Untitled-15JAKARTA, TODAY – Menteri Hukum dan Hak Asasi Ma­nusia Yasonna Laoly men­gatakan rencana pembuatan penjara khusus teroris perlu dana besar. Rencana tersebut sempat diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulan­gan Terorisme yang baru Ins­pektur Jendral Tito Karnavian.

“Ya, nantilah dibicarakan, karena anggarannya besar,” ujar Yasonna usai rapat khu­sus terkait pelanggaran HAM berat, di Gedung Kement­erian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/ 2016).

Yasonna mengaku masih mempertim­bangkan konsep yang mirip penjara Guan­tanamo, Kuba, tersebut. Tito sendiri dik­etahui belum membicarakan hal ini dengan Yasonna. “Belum ada omong-omongan. Tapi, kami sementara sudah punya blok khusus (untuk terorisme kelas kakap). Jadi itu saja dulu,” kata Yasonna.

Namun, Yasonna mengaku setuju ten­tang aturan membatasi komunikasi antar narapidana terorisme, terutama untuk menghalangi penyebaran paham radikal dan mencegah merencanakan aksi teror­isme dari dalam penjara.

Sementara itu, Tito mengatakan pemba­gian blok khusus bagi tahanan teroris kelas kakap belum efektif. Pasalnya, para tahanan tersebut masih mampu berkomunikasi. “Be­lum efektif itu, buktinya masih jebol (komu­nikasi antar narapidana),” kata Tito.

Menurut Tito, beberapa kasus teror­isme direncanakan dari balik jeruji besi. Dia memikirkan sebuah penjara dengan pen­gamanan maksimal bagi para narapidana teroris. “Harus ada penjara tersendiri, yang maximum security, sampai mereka tak pu­nya akses ponsel, internet, atau alat komu­nikasi lain,” kata dia.

BACA JUGA :  Kebakaran Hanguskan Ratusan Kios dan Puluhan Ruko di Pasar Padeldela Halmahera Timur

Seperti diketahui, Kepala Badan Na­sional Penanggulangan Terorisme yang baru Inspektur Jendral Tito Karnavian me­nyatakan pihaknya tengah menyiapkan penjara khusus untuk kegiatan deradika­lisasi, terutama bagi narapidana kasus ter­orisme yang telah kooperatif. Penjara khu­sus yang dibangun di Sentul, Jawa Barat, tersebut akan berisi 48 sel.

“Khusus untuk di Sentul, kami sudah bangun penjara khusus kegiatan deradika­lisasi. Artinya, kepada (narapidana) yang sudah kooperatif kami kumpulkan di sana untuk proses pembelajaran, untuk mem­berikan pemahaman kepada mereka, sekal­igus digunakan untuk berbagai pihak dalam kegiatan penelitian segala macam,” ujarnya.

Dirinya bercerita, gagasan pemban­gunan penjara khusus ini muncul ketika pihaknya mengunjungi beberapa penjara beberapa waktu silam. Dalam kunjungan tersebut, ia mengaku mendapatkan cerita dan masukan dari para narapidana yang telah kooperatif.

“Mereka merasa terancam oleh rekan-rekannya yang masih radikal dan masih keras, sehingga mereka minta untuk dipin­dahkan,” katanya.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berupa­ya meminta dibuat payung hukum agar bisa memindahkan para narapidana kasus ter­orisme yang telah kooperatif ini ke Sentul. Menurutnya, dengan legalitas formal, maka bisa diatur lapas itu nantinya akan menjadi lapas cabang mana dan siapa saja perso­nel yang berwenang mengawal lapas. “Itu bukan kami, tapi dari Kementerian Hukum dan HAM, dari Direktorat Jenderal Pema­syarakatan (PAS) dan lainnya,” ujarnya.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Bahas Optimalisasi Pemanfaatan Command Center 

Saud mengaku akan mengupayakan agar persiapan lapas ini bisa dilakukan se­cepatnya, karena saat ini di 47 lapas yang tersebar di 17 provinsi sudah terlalu penuh (overcapacity). Ia berpendapat, jika dipin­dahkan ke penjara Sentul yang terdapat 48 kamar, maka bisa mengurangi sedikit beban lapas-lapas yang sudah penuh sesak tersebut.

“Kalau dipindahkan, di sana (penjara Sentul) kan ada 48 kamar. Kalau kita taruh saja sekamar dua orang, berarti sudah mer­ingankan, sekitar 96 orang masuk sana. Be­rarti yang lain sudah berkurang, sehingga ini kami upayakan merupakan salah satu upaya dalam rangka kegiatan deradikalisa­si, mengantsipasi yang sudah kooperatif ini jangan lagi radikal,” katanya.

Ia mengatakan, BNPT telah berkoor­dinasi dengan pemerintah dan telah me­maparkan mengenai persiapan penjara Sentul ini kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rapat terbatas. Ia pun menyampaikan komit­mennya agar para narapidana yang telah kooperatif ini jangan sampai membuat ‘ke­lompok teroris’ baru lagi sesampainya di penjara khusus.

(Imam/tempo)

============================================================
============================================================
============================================================