PEMBANGUNAN Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang dicanangkan PT Prayoga Pertambangan dan Energi (PPE) Kabupaten Bogor mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat.
Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Divisi Advokasi dan Kampanye pada Walhi Jabar, WaÂhyu Widy menÂgungkapkan, teknologi pengelolaan sampah yang digagas PPE bisa membaÂhayakan warga Bogor, khususÂnya sekitar Desa Galuga, KecaÂmatan Cibungbulang.
Selain itu, menurut dia, penerapannya pun berseberanÂgan dengan aturan serta komitÂmen pemerintah untuk mengurÂasi gas rumah kaca.
Widy pun meminta PemkÂab Bogor mengkaji ulang penerapan teknologi yang menurutnya bertentangan dengan hasil Konvensi StockÂholm Tentang Bahan PenceÂman Organik Persisten.
“Itu akan menghasilkan dioksin dan furan yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan harus ditekan produksinya. Ini juga bertentangan dengan UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Bogor kan juga dikelilingin pegununÂgan dan padat penduduk,†katanya saat dihubungi, Kamis (18/2/2016).
Secara otomatis, kata dia, pembakaran sampah secara masif akan memperparah warga yang telah terdampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga. Saking berbahanya racun PLTSa, dioÂksin juga bisa terpapar dari hewan yang terkena cemaran udara lalu dikonsumsi.
Secara otomatis, pembakaran sampah secara masif akan memÂperparah warga yang sudah terÂdampak oleh TPA di Galuga.
“PLTSa hanya mengubah sampah jadi abu. Tapi tidak menghilangkan racunnya. BahÂkan, kandungan racun masih bisa ditemukan meski abu itu telah direproduksi menjadi batu bata,†tukas Widy.
Walhi menyarankan, Pemkab Bogor meninjau ulang aspek opÂerasional, kelembagaan, pemÂbiayaa, peran serta masyarakat serta regulasi dalam master plan pengelolaan sampah. Ia khaÂwatir, pelaksanaan PLTSa tanpa master plan, akan terjadi ketiÂdakjelasan dalam penanganan dampaknya.
Widy menggambarkan, penÂgaplikasian PLTSa di negara maju seperti Jerman dan Jepang telah meninggal metode ini. Menurutnya, pemerintah disana justru membatasi produksi dan konsumsi sampah dari hulu.
“Keuntungan mengelola sampah sangat kecil ketimbang dampak yang harus dipikirkan pemerintah,†katanya.
Terpisah, Direktur Utama (Dirut) PT PPE, Radjab TampuÂbolon masih optimis berdirinya PLTSa dengan teknologi insenerÂator di sekitara TPSA Galuga itu.
Radjab menjelaskan, studi kelayakan sudah dilakukan PPE sejak awal 2016 dan hasilnya akan keluar akhir Februari untuk menjadi acuÂan pengajuan perizinan ke Pemkab Bogor.
“Tahun ini kan agendanya peletakan batu pertama. LaÂhannya sudah dibebaskan di Galuga. Luasnya sekitar tuÂjuh hektare. Lahannya yang sudah dibebaskan ada di luar TPA dan untuk pabrik pemÂbakaran sampah jadi listrik,†katanya.
Terkait polusi udara dan limÂbah yang dihasilkan, ia mengÂklaim jika hasil kajian menunÂjukkan adanya keuntungan. Pasalnya, kata dia, warga bisa mengelola limbah yang dihasilÂkan PLTSa berupa abu menjadi batu bata.
“Penduduk setempat bisa memanfaatkan itu,†ujarnya.