Untitled-15JAKARTA, TODAY — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan, keberadaan lay­anan Grab Car dan Uber Taxi di Indonesia masih ilegal. Untuk mengatasi pro dan kontra trans­portasi berbasis daring itu, Ke­menhub memberikan dua opsi yang dapat diambil dua peru­sahaan yang menyediakan dua layanan tersebut.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Sugihardjo menjelaskan, dua opsi itu adalah menetapkan sta­tus Uber dan Grab menjadi oper­ator angkutan atau aplikasi pro­vider. Ia juga menegaskan, dua layanan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Dengan mem­perhatikan pasal-pasal yang ada dalam undang-undang tersebut, maka sampai hari ini Uber Taxi dan Grab Car masih ilegal,” kata Sugihardjo.

Untuk menjadi operator angkutan, kata Sugihardjo, Uber dan Grab harus tunduk pada aturan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Jika terdaftar sebagai operator an­gkutan, kendaraan-kendaraan yang dibawahi Uber dan Grab nantinya ha­rus terdaftar sebagai angkutan umum resmi. “Kalau jadi taksi, mereka harus menggunakan argo, atau bisa juga men­jadi mobil rental. Namun yang pasti mereka semua harus terdaftar dan diuji KIR-nya,” kata Sugihardjo di kantor Ke­menhub, Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Sementara itu, jika Grab dan Uber bersikukuh untuk tetap menjadi aplika­si penyedia layanan angkutan umum, kedua perusahaan itu harus bekerja sama dengan angkutan umum resmi. “Seperti layanan Grab Taxi, itu kan ti­dak bermasalah sama sekali,” ujarnya.

Kementerian Perhubungan meng­gelar rapat tertutup dengan perwakilan Uber, GrabCar, serta Dinas Perhubun­gan dan Transportasi DKI Jakarta, ke­marin siang. Rapat diadakan untuk menindaklanjuti aksi unjuk rasa ribuan sopir taksi yang terjadi sepanjang hari Selasa (22/3/2016).

Kementerian Perhubungan diwakili Sugihardjo yang sekaligus memimpin rapat. Sementara Dishubtrans DKI Ja­karta diwakili langsung oleh DKI Andri Yansyah selaku kepala dinas. Uber In­donesia dan Grab masing-masing men­girimkan satu perwakilan untuk ikut dalam rapat. Komisaris Uber Indone­sia Donny Sutadi ada di daftar peserta rapat mewakili Uber, sedangkan yang mewakili Grab adalah Legal Manager Grab Indonesia Teddy Trianto.

Selain memanggil perwakilan pemerintah daerah dan perusahaan pengelola aplikasi, Kemenhub juga memanggil Organisasi Angkutan Da­rat untuk ikut dalam rapat. Dua orang perwakilan Organda yang hadir adalah Ketua Umum DPP Organda Adrianto Djokosoetomo dan Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Aryono.

BACA JUGA :  Tersambar Petir saat Cari Ikan, Nelayan di Pesisir Barat Tewas

Mengenai legalitas, PT Uber Tech­nology Indonesia menyatakan tidak akan mengurus izin usaha penyelengg­ara jasa transportasi karena hanya ingin beroperasi sebagai perusahaan penye­dia jasa aplikasi.

“Kami (Uber) tetap sebagai perusa­haan aplikasi. Kami bukan perusahaan transportasi, kami perusahaan aplika­si,” tutur Donny Sutadi usai menghadiri konferensi pers di Kementerian Per­hubungan (Kemenhub), Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Donny mengungkapkan perusa­haan akan mematuhi arahan pemer­intah terkait kewajiban mitra operator jasa transportasi Uber yang berbadan hukum koperasi. “Kami juga akan men­gevaluasi lagi bisnis kami sampai saat ini dan memohon Kementerian Perhubun­gan untuk memberitahu kami apa-apa yang harus kami lakukan,” ujarnya.

Selain itu, ia menyatakan bahwa perusahaan masih belum memiliki ren­cana untuk menggandeng mitra opera­tor taksi seperti yang dilakukan Grab Indonesia melalui fitur GrabTaxi.

Disebut ilegal oleh Kemenhub, Donny enggan berkomentar banyak. Namun, dia menegaskan aplikasi Uber tetap akan beroperasi selama belum ada perintah pemblokiran oleh Kemen­terian Komunikasi dan Informatika. “Kami intinya ingin kerjasama cepat se­lesai, semua aman, semua bekerja sep­erti biasa tidak ada rasa takut, semua bisa menghasilkan uang untuk keluarg­anya masing-masing,” ujarnya.

Terpisah, Grab Indonesia me­nyatakan hanya akan merekrut calon pengemudi GrabCar yang sudah men­jadi anggota mitra perusahaan jasa transportasi. Hal itu dilakukan sesuai amanat Undang-undang Nomor 22 Ta­hun 2009 tentang Lalu Lintas dan An­gkutan Jalan.

“Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 2009, penyedia jasa transportasi itu ha­rus berbadan hukum dan oleh karena itu tidak bisa individu. Untuk mengako­modir individu, mitra kami mendirikan koperasi sehingga individu-individu ini menjadi anggota dan menyediakan jasa transportasi atas nama koperasi,” ujar Legal Manager Grab Indonesia Teddy Trianto Antono di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Teddy mengungkapkan, sebagai perusahaan aplikasi, Grab telah bermi­tra dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PPRI). Akta pendirian badan hukum koperasi PPRI telah disetujui Kementerian Kop­erasi dan Usaha Kecil Menengah min­ggu lalu. “Kami berkomitmen juga agar segera mendorong mitra kami guna mendapatkan seluruh perizinan yang diperlukan untuk beroperasi sebagai angkutan,” ujarnya.

Disebutkan Teddy, beberapa izin yang harus diurus antara lain izin usaha angkutan dan izin usaha angkutan sewa operasional. Sebagai kendaraan angku­tan sewa, lanjutnya, armada GrabCar akan berpelat hitam. “Masalah tarif, karena angkutan sewa maka berdasar­kan kesepakatan antara pengguna dan penyedia jasa,” ujarnya.

BACA JUGA :  384 Piala Penghargaan Kota Bogor Dipajang di Galeri dan Perpustakaan

Selain itu, kendaraan sewa yang menjadi armada GrabCar juga harus melakukan uji kelayakan kendaraan (uji kir). Lebih lanjut, Teddy menyatakan aplikasi Grab tetap akan beroperasi selama tidak ada perintah pembloki­ran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Kami melihat bahwa di sini ada kebutuhan masyarakat. Kedua, kami sangat memperhatikan kehidupan dari mitra kami yaitu si pengemudi. Ketiga, di sini ada concept baru yang diperkenalkan yaitu sharing economy, bahwa itu adalah konsep baru yang ti­dak mungkin bisa terelakkan,” ujarnya.

Copot Menteri

Di sisi lain, sejumlah anggota Fraksi PDIP dari lintas komisi ikut memberi­kan pandangan terkait persoalan trans­portasi berbasis aplikasi online. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dituding sebagai sosok yang bertanggung jawab dalam masalah demo sopir angkutan yang berujung ricuh.

Kritikan diawali Adian Napitupulu yang menyebut Jonan tak konsisten dan tak bisa menciptakan keteduhan. “Peristiwa kemarin itu jadi rangkaian pernyataan Jonan yang tidak konsisten. Ini kan kegelisahan di masyarakat. Ka­lau dia tak bisa, harus dievaluasi, mun­dur saja dari menteri, karena tidak mampu menciptakan keteduhan,” ujar Adian dalam konferensi pers di ruang Fraksi PDIP, Nusantara I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Konferensi pers ini juga dihadiri oleh anggota Komisi VII DPR dari PDIP Nazaa­rudin Kiemas, anggota Komisi II DPR dari PDIP Diah Pitaloka, dan anggota Komisi V DPR dari PDIP Sadarestuwati.

Menurut Adian, masih banyak figur yang layak menggantikan Jonan sebagai Menhub. Terkait persoalan ini, ia me­minta agar Jonan lebih tanggap melihat pilihan masyarakat akan transportasi aplikasi online. Bila ada usulan atau sa­ran, maka sebaiknya Jonan membicara­kan di forum rapat kabinet. Bukan jus­tru melempar pernyataan ke publik.

“Menteri harus bisa menciptakan keteduhan bukan kegaduhan. Sebai­knya itu di selesaikan di rapat kabinet bukan di media massa. Jonan itu harus ada etika berkabinet. Saya rasa masih banyak putra bangsa yang bisa gantikan dia,” tutur anggota Komisi VII DPR itu.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================