SURIAH TODAY – Lembaga kemanu­siaan dunia, Save the Children, mel­aporkan bahwa gencatan senjata dan pembicaraan damai antara oposisi dan pemerintah Suriah belum terlalu berpengaruh pada nasib anak-anak. Menurut lembaga itu, seperempat juta anak di Suriah negara itu berisiko mati kelaparan.

Menurut PBB, seperti dilansir dari laman Independent, 486.700 orang dari 18 daerah di Suriah telah dike­pung pasukan pemerintah dan opo­sisi. Mereka hidup tanpa persediaan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar. Beberapa lembaga bantuan menyatakan jumlah sebenarnya bisa mencapai 1,9 juta jiwa.

Gencatan senjata mulai berlaku sejak 27 Februari 2016. Ada harapan akan perubahan. Organisasi dapat mengakses daerah terkepung untuk membagikan bantuan. Konvoi kenda­raan berhasil mencapai 150.000 orang.

Namun, pengiriman dan bantuan kini berjalan tidak merata. “Bantuan telah mencapai beberapa daerah, tetapi pengiriman terjadi sedikit demi sedikit dan tidak konsisten,” kata CEO Save Children, Tanya Steele. “Melihat anak-anak kelaparan dan sakit berada hanya beberapa jarak dari gudang makanan terasa sangat mengerikan, dan sudah saatnya kita mengakhiri situasi menye­dihkan ini,” sambungnya.

Dalam sebuah laporan yang diri­lis pada Rabu, 9 Maret 2016, seper­tiga dari 126 warga yang diwawancarai Save the Children mengatakan mereka kerap tidak makan sehari dan melihat anak-anak di kota mereka mati karena kekurangan makanan.

Laporan melukiskan secara gam­blang kekejaman hidup di bawah pengepungan. Di Moadamiyeh, hanya beberapa mil dari ibukota Damaskus, tiga bayi baru lahir meninggal setelah staf medis kehabisan kantung infus. “Bayi meninggal karena kekurangan gizi, formula dan makanan,” kata Um Tarek, seorang ibu di desa Misraba ke­pada Save the Children. “Ibunya tidak bisa menyusui karena kesehatannya buruk,” kata dia.

Abdul Wahab Ahmed, seorang ak­tivis masyarakat sipil di Madaya, yang telah dikepung pemerintah sejak Juli, mengatakan lebih dari 300 anak-anak di kota itu saat ini menderita gejala gizi buruk.

Dia mengatakan dua pengiriman bantuan sangat membantu, tetapi ti­dak cukup. Tanpa pengiriman, satu kilogram beras di kota itu dijual US$ 230 (sekitar Rp 3 juta).

Lembaga bantuan mengatakan hanya dengan berakhirnya kekerasan permanen di Suriah, ada harapan pengepungan akan berakhir.

Pembicaraan damai resmi di­jadwalkan berlangsung pada Rabu. Komite Tinggi Negosiasi, lembaga payung utama oposisi Suriah, belum memastikan akan hadir. Namun utu­san PBB Staffan de Mistura bersikeras pembicaraan awal akan berlangsung, menambahkan baru akan mengada­kan pembicaraan subtantif antara pemerintah dan oposisi Senin depan.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================