Untitled-7MENTERI Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli kembali ngepret dengan melontarkan kritik terhadap penguasaan mineral di Tanah Air. Seperti diketahui, sejak awal dilantik menjadi Menko Kemaritiman, Rizal Ramli sudah melancarkan kritik dan ia menyebut tindakannya itu sebagai jurus Rajawali Ngepret.

YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]

Rizal Ramli mengomen­tari soal penguasaan kekayaan mineral Indo­nesia oleh pengusaha as­ing, seperti yang dilaku­kan Freeport di Papua. Rizal juga menyentil soal mental pejabat pada sektor ini.

“Kita dikasih kesempatan emas dalam bentuk mineral; tembaga, emas, batu bara, nikel, dan timah. Sayangnya, itu semua, kecuali batu bara, kebanyakan dikuasai asing dalam bentuk kontrak karya,” kata Rizal Ramli dalam orasi Dies Natalis Universitas Jayabaya ke-57 di Jakarta, kemarin.

Rizal Ramli menyebut perusa­haan tambang asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia, sebagai salah satu dari tiga tambang emas dan tem­baga terbesar di dunia yang berope­rasi di Papua, Indonesia. “Tapi raky­atnya sangat miskin karena Freeport hanya bayar royalti 1 persen untuk emas. Di seluruh dunia, royalti emas itu 6-7 persen,” ujar Rizal.

BACA JUGA :  Puncak Arus Balik, Kemenhub Prediksi 140 Ribu Kendaraan Mengarah ke Jakarta

Ia menambahkan, perusahaan tambang itu juga dinilai seenaknya membuang limbah galian yang men­gandung merkuri ke sungai sekitar hingga menyebabkan ikan-ikan mati. Menurut Rizal Ramli, ca­dangan emas dan tembaga Indone­sia yang kini dikuasai perusahaan asing itu mencapai 30-40 tahun. Di sisi lain, banyak pula kontrak karya yang akan selesai dalam 5-10 tahun lagi. Dengan demikian, menurut Rizal, itulah kesempatan negara bisa mengulang sejarah agar sum­ber daya mineral dapat memberi­kan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

Rizal Ramli pun berpen­dapat, kalau saja perusahaan itu menerapkan tata kelola perusa­haan yang baik, tentu tidak sulit memproses limbah tersebut su­paya tidak mencemari lingkungan. “Tapi, karena greedy (rakus), eng­gak mau bayar, ditambah payung hukum di kita lemah. Padahal, di negaranya sendiri, kalau meru­sak lingkungan hidup, seperti di Teluk Meksiko, bayar denda pulu­han miliar dolar AS,” tutur Rizal. Karena itu, Rizal Ramli me­minta agar mental pejabat negara diubah untuk mendorong perbaikan tata kelola sumber daya alam, ter­masuk mineral. Menurut dia, mental pejabat yang bisa diajak bernegosia­si untuk menghindari pembayaran royalti yang lebih besar dan mer­ugikan asing itulah yang harus di­hapus. “Ketimbang membersihkan limbah, perusahaan itu lebih me­milih bernegosiasi dengan pejabat. Itu yang harus kita ubah,” ucapnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Toyota Innova di Lampung Terjun ke Jurang

Rizal Ramli juga menyindir teknis negosiasi kontrak yang se­harusnya bisa mendorong perbaikan untuk negara. Berdasarkan undang-undang, kontrak baru bisa dire­negosiasi 2-3 tahun sebelum kontrak habis. Namun ada pejabat yang ingin sepuluh tahun sebelum habis sudah diputuskan. “Pejabat tersebut eng­gak mengerti teknis negosiasi. Kita harus paham, makin kepepet, bar­gaining position kita makin tinggi, sehingga kita bisa dorong term kon­trak yang lebih baik buat bangsa,» tuturnya.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================