MOSKOW TODAY – Rusia meno­lak hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi untuk membahas keamanan senjata nuklir yang dilangsungkan di Washington, Amerika Serikat.

Kosongnya salah satu kursi yang paling penting dalam kegiatan terse­but terlihat saat Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyambut 50 negara dalam KTT Keamanan Nuklir hari terakhir. Ketidakhadiran Rusia telah mengundang kecema­san dan pertanyaan besar. Terlebih Rusia diketahui sebagai negara yang memiliki senjata nuklir terbanyak di dunia.]

“Ini adalah KTT Nuklir tera­khir, tapi (Presiden Rusia) Vladi­mir Putin tidak berpartisipasi. Ini akan menghilangkan momentum pada saat yang penting,” kata Peter Kuznick, profesor sekaligus direktur Institusi Studi Nuklir di Universitas Amerika, Washington DC, kemarin.Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menjelaskan, Rusia tidak menghadiri KTT Nuklir karena lemahnya kerja sama timbal balik dalam menjalank­an agenda KTT.

Ben Rhodes, Wakil penasihat keamanan nasional Obama, menye­salkan keputusan Rusia yang tidak menghadiri acara tersebut. Dia men­gatakan sebelumnya Negeri Beruang Merah itu pernah mengikuti kegiatan serupa.

“Terus terang, semua yang neg­ara itu lakukan adalah mengisolasi diri dan tidak berpartisipasi karena Rusia pernah mengikutinya pada masa lalu,” tutur Rhodes.

KTT yang berlangsung selama dua hari dari 31 Maret hingga 1 April 2016 tersebut membahas solusi un­tuk melindungi bahan nuklir dari pencurian oleh kelompok tero­ris. Serangan teroris baru-baru ini di Brussels, Belgia, telah memicu kekhawatiran bahwa Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) akhirnya bisa menargetkan pembangkit nuklir dan mengembangkan radioaktif “bom kotor”.

Dua pengebom bunuh diri yang terlibat dalam serangan bulan ini secara diam-diam telah merekam rutinitas sehari-hari Kepala Program Penelitian dan Pengembangan Nuklir Belgia. Ini kemudian dianggap seb­agai serangan terhadap situs nuklir di negara itu.

Selain itu, dalam pertemuan tersebut dibahas perihal nuklir Ko­rea Utara. Cina dan Amerika sepakat memberikan sanksi dan mendukung keputusan PBB terhadap negara yang dipimpin Kim Jong-un itu.

Sementara itu, Uni Eropa meluas­kan sanksi perdagangan dan finansi­al bagi Korea Utara, menyusul sanksi baru yang diberlakukan oleh PBB awal bulan ini. Badan Aksi Eksternal Uni Eropa, yang mengatur kebijakan internasional UE, mengatakan bah­wa sanki baru juga memberlakukan larangan ekspor dan impor barang-barang yang bisa membantu mening­katkan kapasitas pasukan bersenjata Korea Utara.

Ke-28 negara UE memperluas sanksi finansial terhadap Korut, ter­masuk pembekuan aset baru milik pemerintah Pyonyang yang terkait engan program nuklir atau balistik Korut. UE pertama kali memberlaku­kan sanksi kepada Korut pada 2006.

Sementara itu, Amerika Serikat juga menjatuhkan sanksi baru ter­hadap Korut usai sanksi PBB. Sanksi berupa pembekuan semua properti pemerintah Korut di AS dan pelaran­gan ekspor barang-barang dari AS ke Korut. Sanksi juga memberi mandat bagi pemerintah AS untuk mema­sukkan individu-individu, tidak han­ya warga AS tapi juga warga Eropa dan Asia, yang bekerja sama dengan Korut di sektor ekonomi, ke dalam daftar hitam perbankan. Masuk daf­tar hitam AS adalah mimpi buruk bagi pengusaha karena mereka tidak akan bisa bertransaksi menggunakan sistem keuangan Amerika yang telah mendunia serta terhalang untuk ber­bisnis di Negeri Paman Sam.

Selain itu, mereka yang bekerja sama dengan Korut bisa dibekukan rekening dan asetnya di AS. Di anta­ra sektor yang dilarang bekerja sama dengan Korut adalah finansial, pert­ambangan dan transportasi.

Seperti diketahui, Korea Utara (Korut) kembali meluncurkan ru­dal ke wilayah perairan lepas pan­tai timurnya. Ini dilakukan seiring pertemuan para pemimpin dunia di Washington, AS untuk membahas ancaman program senjata nuklir Korut.

Menurut militer Korea Se­latan seperti dilansir kantor berita Reuters, Jumat (1/4/2016), rudal tersebut ditembakkan dari sebuah wilayah dekat pantai timur Korut. Disebutkan militer Korsel, rudal tersebut memiliki jangkauan jarak pendek.

Ini merupakan peluncuran ru­dal terbaru yang dilakukan Korut di tengah meningkatnya ketegangan militer di semenanjung Korea. Kete­gangan tersebut dipicu oleh uji coba nuklir Korut yang keempat kali pada 6 Januari lalu.

Rudal ini ditembakkan Korut di tengah berlangsungnya pertemuan soal keamanan nuklir yang digelar Presiden AS Barack Obama di Wash­ington. Dalam pertemuan itu, isu nuklir Korut menjadi fokus pem­bicaraan presiden AS dengan para pemimpin China, Korea Selatan dan Jepang.

Para pemimpin global tersebut bersama-sama mengingatkan Pyong­yang untuk menghentikan aksi-aksi provokasi yang akan meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea. “Kami bersatu dalam upaya-upaya kami untuk menangkal dan memper­tahankan diri dari provokasi Korea Utara,” kata Obama usai pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Korea Se­latan Park Geun-Hye, kemarin.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================