MESKI Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Kabupaten Bogor, namun piutang di sektor ini pun sangat tinggi, mencapai Rp 665 miliar belum ditambah denda keterlambatan sebesar 48 persen.
RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Dari 1,7 juta Wajib PaÂjak (WP), hanya 700 ribu diantaranya yang telah menunaiÂkan kewajibannya. Menurut Kepala Dinas PendaÂpatan Daerah (Dispenda), Dedi Bachtiar, sulitnya penagihan lantaran adanya alih fungsi biÂdang tanah dan bangunan selain masalah jarak.
“Dari 1.781.000 WP, baru 700 ribu yang mengembalikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Sisanya ya berarti belum bayar. Yang tersulit itu karena ada alih fungsi bidang tanah dan bangunan,†ujar Dedi.
Menurutnya, tahun ini, 40 ribu bidang milik wajib pajak telah dibangun menjadi komÂplek perumahan. Lantaran tidak didaftarkan oleh pengembang, Dispenda belum bisa menagih PBB dan Bea Perolehan Hak TanÂah dan Bangunan (BPHTB).
“Untuk yang nilainya Rp 100.000 ke bawah, adanya di masyarakat pedesaan. Mungkin belum terjangkau. Banyak juga tanah yang saat dicek jadi fasiliÂtas umum dan sosial, itu tidak lagi jadi target pajak. Sama juga tanah dan bangunan yang menÂjadi lembaga sosial nirlaba, tidak dapat dipungut,†katanya.
Dedi menjelaskan, PBB pedeÂsaan dan perkotaan memberi kontribusi sebesar Rp 351,3 milÂiar atau naik 30,41 persen dari tahun sebelumnya Rp 270 miliar. Potensi pendapatan dari PBB masih sangat besar.
Jadi, kata dia, kendala terbeÂsar adalah pendataan yang belum valid sesuai dilapagan dan akan terus dicek dengan sistem inforÂmasi dan manajemen objek pajak.
Meski demikian, pendapaÂtan dari PBB paling tinggi dianÂtara perolehan pajak daerah lain. Hasil pajak daerah tahun ini lebih dari Rp 1,2 triliun dan kontribusi PBB mencapai Rp 290,6 miliar.
Raihan itu lebih tinggi dari target Rp 270 miliar. Nilai itu belum ditambah denda Rp 498 juta. Sementara dari BPHTB sekiÂtar Rp 385 juta.
“Nilai yang terus meningkat itu bukan karena bertambahnya WP, tapi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang terus meningkat seirÂing tren inflasi yang mendongkrak perolehan pajak,†tandas Dedi.
Diakui Dedi, nilai yang terus meningkat itu bukanlah dari berÂtambahnya wajib pajak. Namun, Nilai Jual Objek Pajak yang terus meningkat seiring tren dan inÂflasi, turut mendongkrak peroleÂhan pajak.
Dedi menerangkan setiap taÂhunnya pendapatan pajak terus bertambah, ada tahun 2012 sebeÂsar Rp 900 miliar, 2013 sebesar Rp 1,1 triliun, tahun 2014 Rp 1,4 triliun dan tahun 2015 sebesar Rp 1,7 triliun.
Sedangkan pada tahun 2016, Dispenda menargetkan PAD sebesar Rp 2 triliun. “Dengan PAD sebesar itu, kita menjadi peringkat pertama di Provinsi Jawa Barat dan peringkat ke lima di tingkat nasional,†terangnya.
Ketua Komisi II DPRD Yuyud Wahyudin mengatakan, akan memperbaiki dan membuat PerÂaturan Daerah (Perda) agar pajak semakin maksimal, termasuk sektor pajak hiburan yang katanÂya di Kabupaten Bogor ini tariff pajaknya lebih mahal dibandingÂkan Jakarta.
“Di Kabupaten Bogor kan ada Sentul International Convention Centre (SICC) yang bisa dijadiÂkan tempat menggelar konser musik atau hiburan kelas dunia. Nah, untuk menarik para pelaku usaha hiburan mau menjadikan kita sebagai tempat konser, tarif pajak akan kita turunkan lebih rendah dibandingkan Jakarta,†tandasnya. (*)