PERKOSAAN dalam perkawinan (marital rape) dirumuskan sebagai perbuatan pemaksaan seksual yang terjadi antara suami istri tanpa adanya kesepakatan keduabelah pihak, sehingga salah satu akan merasa dirugikan. Biasanya pemaksaan ini dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya. Sekalipun mungkin bisa terjadi, namun jarang terjadi, bila pemaksaan itu dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Perkosaan dalam perkawinan seringkali terjadi karena pemahaÂman yang kurang tepat tentang hubungan sekÂsual suami isteri. Sementara itu pada sebagian warga masyarakat hubungan seksual dimaknai sebÂagai kewajiban istri. Sehingga, istri tidak dapat menolak ketika suami menghendakinya untuk berhubungan badan kapanpun, dimanapun dan dengan cara apapun.
Hal ini disinyalir sebagai awal mula terjadinya perkosaan dalam perkawinan. Dalam beberapa kaÂsus perkosaan dalam perkawinan, jarang pihak korban melapor keÂpada pihak yang berwenang. PaÂdahal kalau ditelusuri lebih dalam perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), dimana pelakunya bisa diancam sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Memang melaporkan suami kepada pihak yang berwenang sebuah dilema. Jika sampai suami dipidanakan, padahal dia penÂcari nafkah utama dalam keluarga, berarti akan kehilangan pencari nafkah untuk keluarga. Namun, bila dibiarkan maka ini akan berÂakibat serius, karena tidak tertutÂup kemungkinan bisa mengancam keselamatan dan nyawa seorang.
Berdasarkan Pasal 5 UU PKÂDRT, setiap orang dilarang melakuÂkan kekerasan dalam rumah tangÂga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaÂran rumah tangga.
Sementara itu pada Pasal 8 UU tersebut lebih ditegaskan, bahwa kekerasan seksual meliputi peÂmaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Penjelasan Pasal 8 huruf a meruÂmuskan bahwa kekerasan sekÂsual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan sekÂsual, pemaksaan hubungan sekÂsual dengan cara tidak wajar dan/ atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/ atau tujuan tertentu.
Sanksi bagi pelakunya diatur pada Pasal 46 yang dengan tegas menyatakan para pelaku pemakÂsaan hubungan seksual dalam rumah tangga diancam hukuman pidana yakni pidana penjara palÂing lama 12 (dua belas tahun) atau denda paling banyak Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). (*)