SURIAH TODAYÂ – Operasi koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) di Suriah memakan korban jiwa dari pihak militer pemerintah Suriah. Sedikitnya empat tentara rezim SuÂriah dilaporkan tewas akibat seranÂgan udara koalisi AS.
Disampaikan kelompok peÂmantau konflik Suriah, Syrian ObÂservatory for Human Rights, seperÂti dilansir Reuters dan AFP, Senin (7/12/2015), insiden ini terjadi di Provinsi Deir al Zor, yang sebagian besar dikuasai militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Serangan udara AS ini menÂgenai kamp militer Saeqa, dekat kota Ayyash, Provinsi Deir al Zor sebelah barat. Disebutkan bahwa kamp militer itu berjarak 2 kilomeÂter dari wilayah yang dikuasai ISIS. Serangan ini melukai 13 personel militer Suriah lainnya.
Syrian Observatory menyebut serangan udara ini dilakukan oleh koalisi internasional, merujuk pada koalisi pimpinan AS. MenuÂrut Syrian Observatory, ini meruÂpakan pertama kalinya serangan udara koalisi AS mengenai tentara pemerintah Suriah. “Tentara rezim (Suriah) belum pernah terkena seÂrangan koalisi internasional, yang menargetkan markas militan dan tangki minyak di Deir al Zor,†ujar Direktur Syrian Observatory, Rami Abdel Rahman, kemarin.
Secara terpisah, Kementerian Luar Negeri Suriah membenarkan adanya serangan yang mengenai kamp militer di wilayah Deir al Zor. Otoritas Suriah bahkan meÂnyebut ada 9 rudal yang ditembakÂkan ke kamp militer mereka pada Minggu (6/12/2015) malam waktu setempat.
Koalisi AS melancarkan seranÂgan udara di wilayah Suriah sejak September 2014 lalu, setelah seÂbelumnya melancarkan operasi di Irak dalam rangka melawan ISIS. Operasi militer terhadap ISIS seÂmakin diperluas setelah serangan teror Paris pada 13 November lalu.
Pada Minggu (6/12/2015), seranÂgan udara AS mengenai posisi ISIS di Provinsi Raqa, Suriah. DilaporÂkan Syrian Observatory, serangan udara ini menewaskan sedikitnya 49 orang yang sebagian besar merupakan militan ISIS. Sebanyak 8 anak-anak dan lima wanita juga ikut tewas dalam serangan itu, naÂmun tidak diketahui pasti apakah mereka terkait dengan ISIS.
(Yuska Apitya/net)