JAKARTA, TODAY — Pemerintah RI telat menÂgambil keputusan impor beras. Akibatnya, InÂdonesia kesulitan mendapatkan beras impor. Saat ini, pemerintah tengah menjajaki impor beras dari Pakistan.
“Saya sedang memfinalkan nota kesepahaÂman dengan Pakistan,†kata Menteri PerdaÂgangan Thomas Trikasih Lembong di kawasan Juanda, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Nota kesepahaman itu, kata Tom, akan dibuat dua menteri agar ditindaklanjuti opÂerator dari kedua negara. “Ini perlu supaya Bulog bisa kirim tim inspeksi ke Pakistan untuk lihat mutu dan volÂume yang dibutuhkan,†tuturnya.
Perlunya impor dari Pakistan lanÂtaran impor dari Vietnam dan ThaiÂland saat ini belum optimal. “MenuÂrut hemat saya, kita terlambat impor beras,†ujarnya.
Saat ini, kata Tom, ancaman El Nino membuat banyak negara bereÂbut stok beras dunia. Beras dari Vietnam, misalnya, sudah banyak diÂpesan Cina, Taiwan, hingga Filipina, sebelum Indonesia. Selain stok terbaÂtas, kapasitas pelabuhan dan keterseÂdiaan kapal harus diperhatikan.
Hal itu diakui Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti. Menurut Djarot, sejak keran impor dibuka pada awal November lalu, Perum Bulog baru mendatangkan 227 ribu ton beras asal Vietnam. PaÂdahal perusahaan pelat merah ini telah mendapat izin impor 1 juta ton dari Vietnam dan 500 ribu ton dari Thailand. “Kedatangan pertama muÂlai 7 November 2015 dan masih terus berjalan,†ucapnya.
Djarot menyatakan kedatangan beras Vietnam itu telah menamÂbah stok beras Bulog hingga berÂjumlah 1,3 juta ton. Soal rencana mendatangkan beras dari Pakistan, Djarot menyatakan Bulog tinggal menunggu kesepakatan pemerintah kedua negara. “Kami tinggal tunggu lampu hijau,†ujarnya.
Kedatangan beras Vietnam tak seÂluruhnya melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini disesuaikan dengan keÂbutuhan masing-masing daerah. “ToÂtal ada 16 pelabuhan kedatangan,†ucap Djarot.
Sayangnya, karena keterbatasan infrastruktur, distribusi itu belum bisa dilakukan dengan cepat. Sebab, kapasitas pelabuhan bongkar-muat di tiap daerah berbeda.
Beras yang tiba di Tanjung Perak, Surabaya, misalnya, tak bisa langÂsung dioper ke Nusa Tenggara Timur yang membutuhkan. Sebab, pelabuÂhannya hanya bisa dimasuki kapal kecil. Begitu juga dengan Bitung yang hanya dapat menerima kapal dengan kapasitas 4-5 ribu ton. Hal itu beda jauh dengan Pelabuhan TanÂjung Priok yang bisa menerima kapal berkapasitas hingga 40 ribu ton.
Kondisi itu, menurut Djarot, sebenarnya tidak akan terjadi jika keputusan impor beras diambil seÂjak jauh hari. Sebab, dengan begitu, Bulog punya lebih banyak waktu unÂtuk merencanakan distribusi sesuai dengan kebutuhan daerah, termasuk dalam persiapan kapal dan pelabuÂhan yang sesuai. “Bayangkan, kalau mendadak kita butuh 2,5 juta ton beÂras lalu kapasitas kapal yang angkut hanya 25 ribu ton, berarti kan butuh seribu kapal,†tuturnya.
Djarot menyatakan kedatangan beras Vietnam itu telah menambah stok beras Bulog hingga berjumlah 1,3 juta ton. Bagaimana pun, denÂgan adanya dampak El-Nino yang dikhawatirkan bakal menghambat panen, menurut Djarot, pemerintah saat ini juga mengkaji kemungkinan mendatangkan beras tambahan dari negara lain. “Ada penjajagan dengan Pakistan, tapi belum ada kesepakaÂtan,†tandasnya.
(Yuska Apitya Aji)