JAKARTA TODAYÂ – Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa Indonesia tengah dalam keadaan rawÂan pangan. Konsumsi yang terus meningkat tak didukung dengan peningkatan produksi pangan lokal.
“Menurut data dari Badan Ketahanan PanÂgan, pada 2006-2012, peningkatan pertumbuÂhan produksi di Indonesia tertinggal dibandingÂkan dengan konsumsi,†kata peneliti ekonomi dari LIPI, Esta Lestari, di Jakarta, kemarin. Hal ini terjadi untuk komoditas pokok seperti beÂras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula tebu.
Untuk mengatasi hal ini, Esta mengataÂkan pemerintah perlu menggenjot diversifiÂkasi makanan. Definisi diversifikasi makanan sendiri adalah pemenuhan konsumsi maÂkanan pokok yang sesuai dengan karakteristik wilayah. Pola produksi saat ini, yang berorienÂtasi pada beras, menyebabkan pola konsumsi masyarakat belum ideal.
Salah satu contohnya adalah di Nusa TengÂgara Timur. Makanan utama masyarakat Nusa Tenggara Timur adalah jagung bose, sementara beras hanyalah makanan komplementer. Dan, produksi jagung di Nusa Tenggara Timur pun daÂpat mencukupi kebutuhan masyarakat di sana.
“Kalau di sana, nasi itu hanya keluar kalau ada acara khusus,†kata Esta. Masyarakat baru bisa menikmati beras saat ada pesta besar atau kedatangan beras untuk masyarakat miskin. Untuk itu, ia menekankan pada pemerintah untuk terus mendorong diversifikasi makanan ini. Paradigma kalau daerah dengan jumlah beras sedikit itu rawan pangan juga perlu diubah. Sebab, memang tak semua daerah menjadikan beras sebagai kebutuhan utama. “Kalau kebutuhan protein dan karbohidrat bisa diatasi dengan diversifikasi ini, maka kita tak perlu lagi bergantung pada impor beras, dan tak lagi rawan,†kata Esta.
(Yuska Apitya/net)