UNTUK memudahkan pemahaman kita, poligami diartikan sebagai praktik perkawinan dimana seorang pria beristri lebih dari satu pada waktu yang bersamaan. Pada prinsipnya perkawinan, yang diatur UU No.1/1974 Tentang Perkawinan, berasaskan monogami tidak mutlak.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Hal ini dapat kita pahami dari ketenÂÂtuan Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan, bahwa pada asasnya seorang pria hanya boleh memÂÂpunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Namun, karena sifat tidak mutÂÂlak tadi, maka dalam Pasal 3 ayat (2) ditegaskan lebih lanjut, bahwa pengadilan dapat memberikan ijin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apaÂÂbila dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan. Sejalan denÂÂgan hal tersebut, Pasal 55 KomÂÂpilasi Hukum Islam di Indonesia/ KHI mengatur, bahwa beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri. SedanÂÂgkan syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Secara teknis, untuk dapat berpoligami, seorang suami wajib mengajukan permohonan ke penÂÂgadilan di daerah tempat tinggalÂÂnya, dalam hal ini Pengadilan Agama (PA). PA dapat memberiÂÂkan ijin, apabila terdapat alasan berikut ini : istri tidak dapat menÂÂjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disÂÂembuhkan, serta istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Disamping alasan di atas, haÂÂrus pula dipenuhi syarat-syarat berikut ini, yakni adanya persetuÂÂjuan dari istri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri – istri dan anak-anak mereka. Serta adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri – istri dan anak-anak mereka. PerÂÂsetujuan di atas dilakukan secara tertulis yang dipertegas secara lisan dalam sidang di PA. Namun demikian, untuk kasus tertentu, karena satu dan lain hal misalnya, istri meninggalkan suami tanpa kabar berita yang jelas sedikitnya 2 tahun, maka persetujuan lisan tersebut bisa diabaikan.
Adapun berkas – berkas surat bukti untuk melengkapi pengaÂÂjuan permohoan poligami ke PA, diantaranya terdiri dari suÂÂrat nikah, foto copy KTP suami/ pemohon, istri, calon istri (masing-masing bermaterai Rp. 6000), suÂÂrat pernyataan bersedia dimadu dari istri (bermaterai Rp. 6000), surat pernyataan berlaku adil dari suami (bermaterai Rp. 6000), hasil pemeriksaan dokter yang menerangkan minimal memenuhi salah satu alasan di atas, daftar harta gono-gini dengan istri pertaÂÂma yang diketahui kepala desa, suÂÂrat keterangan penghasilan suami/ pemohon yang diketahui kepala desa, serta surat pengantar kepala desa setempat, yang berisi tentang pengurusan ijin poligami. (*)