CIBINONG TODAY – Gejolak pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Bogor yang telah diketuk palu oleh KPUD Kabupaten Bogor, rupanya memancing kemarahan dan kekecewaan dari tiga pasang calon yang mengikuti kontestasi pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Hal ini terbukti dengan, saksi dari nomor tiga, empat, dan lima yang melakukan walk out dan tidak menandatangani hasil pleno KPUD Kabupaten Bogor yang digelar di Gedung Tegar Beriman, Cibinong.

Berbagai dugaan kecurangan yang terkuak dalam rapat pleno itu pun terus dilontarkan para saksi. Namun, seolah ada konspirasi tingkat tinggi demi memenangkan salah satu kandidat, para penyelenggara pemilu ini tidak memberikan alasan yang memuaskan kepada para saksi.

Hal ini diungkapkan oleh Asep As’ary yang merupakan saksi dari paslon H. Ade Ruhandi (Jaro Ade) dan Ingrid Kansil. Ia menilai, penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Bogor gagal secara sistem. Hal tersebut berawal dari temuan perubahan berita acara yang tak melewati mekanisme aturan pemilihan umum.

BACA JUGA :  5 Tips Agar HP Android Tidak Lemot, Wajib Simak Ini

“Dari temuan kami dan itu sudah diakui oleh KPU, ternyata ada perubahan DA1 yang dilakukan 27 kecamatan. Namun, mereka tidak memberikan jawaban yang tegas dan tidak mendasar sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tahun 2018,” kata Riben sapaan akrabnya kepada awak media, (6/7/2018).

Menurutnya, semua mekanisme soal Pemilu diatur ke dalam undang-undang. Asep mengambil contoh Kecamatan Tamansari, di lokasi tersebut menuliskan jumlah suara sebanyak 1296.

BACA JUGA :  Menu Makan Dengan Mie Kuah Daging Bumbu Semur, Dijamin Menggugah Selera Keluarga

“Apalagi, mereka merevisi hasil penghitungan suara diluar mekanisme pleno, artinya ada kejadian pengambilan keputusan diluar mekanisme pemilu yang ada. Dan bagi kami ini kejahatan pemilu,”  tegasnya.

Ia mengungkapkan, ketika meminta penjelasan dalam proses negosiasi ada kesalahan penulisan angka.

“Berarti ada komparasi data yang kemudian mereka keluarkan. Jadi kami berpendapat pemilu di Kabupaten Bogor sudah gagal secara sistem, kenapa?,  karena sudah banyak kejanggalan yang memang itu merugikan contoh kecil perubahan berita acara harusnya dilakukan mekanisme pleno tapi dilakukan diluar itu,” jelasnya.

Asep berujar, kejadian tersebut bukan hanya merugikan salah satu pasangan calon saja.

============================================================
============================================================
============================================================