BELUM adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) membuat Kejaksaan Negeri Cibinong terus melanjutkan penyidikan untuk memastikan adanya tersangka baru dalam mark up pembangunan ruang rawat inap RSUD Leuwilang yang menggunakan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 sebesar Rp 14,4 miliar.
Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan sang kontraktor penyedia jasa.
Kajari Cibinong, Lumumba Tambunan menegaskan, SP3 beÂlum pernah ada jadi penyidikan terus berjalan sambil menunggu hasil pasti kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek ini diramÂpung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wilayah I Jawa Barat.
“Penyidikan masih lanjut. Belum ada SP3. Tapi kami masih tunggu kepastian kerugian negaÂra dari BPK Jawa Barat,†singkat Lumumba, Jumat (8/4/2016).
Kedua tersangka, kata dia, kini belum ditahan dan PPK, Helmi Adam masih bekerja di RSUD Leuwiliang. “Belum diÂtahan. Tapi semua saksi sudah beres kami periksa,†tukasnya.
Terpisah, Kepala Dinas KeseÂhatan (Kadinkes) Kabupaten BoÂgor, dr Camalia Wilayat SumaryÂana menegaskan, tidak ada nama Helmi Adam yang bekerja di Satuan Kerja Perangkat DaeÂrah (SKPD) pimpinannya.
“Tidak ada ada yang namanÂya Helmi Adam di dinkes. Tapi kalau tidak salah ada di RSUD Leuwiliang,†kata Camalia saat dihubungi.
Selain Helmi Adam, KeÂjari Cibinong juga menetapkan Gerid Alexander David, bos PT Malanko (kontraktor penyedia jasa), sebagai tersangka.
Keduanya dianggap melangÂgar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dengan melakuÂkan sub kontrak dengan dua peÂrusahaan lain untuk memasang tiang pancang, PT Pantoville dan instalasi listrik ke PT Cahaya Prima Elektrida.
Tersangka Helmi Adam memÂbuat kontrak kerja berdurasi 1 Juli hingga 27 November 2013. Namun, dalam prakteknya, proyek itu baru rampung pada 14 Februari tahun 2014. Selain melanggar Perpres, mereka juga telah melanggar kontrak kerja itu sendiri karena melakukan subkontrak.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, Bintatar Sinaga, semua yang terlibat dalam pembanguÂnan itu bisa terseret. Pasalnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta kontraktor penyeÂdia jasa telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Cibinong. Pada 2013 lalu, Direktur Utama RSUD Leuwiliang, dr Mike berÂtindak sebagai KPA.
“Kalau dalam pembangunan tersebut ada mark up hingg merugika negara, pada prinÂsipnya semua yang terlibat diÂdalamnya bisa kena (tersangka) juga. Termasuk konsultannya,†kata Bintatar saat dihubungi.
Bintatar menambahkan, selagi Kejari menunggu hasil dari BPK, korps Adhyaksa haÂrus tetap melakukan investigasi dalam menentukan siapa yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. “Jadi, begitu hasil dari BPK atau BPKP keluar, bisa langÂsung menetapkan tersangkanÂya,†tukas Bintatar.