bupatiSETAHUN tanpa Wakil Bupati, membuat Kabupaten Bogor terlihat berjalan terseok-seok untuk mencapai target sempurna di setiap bidangnya.

Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]

Pasalnya,DPRD send­iri yang seharusnya bisa memberikan solusi untuk me­milih seseorang un­tuk mendampingi Bupati Bogor Nurhayanti, malah terkesan tarik ulur dan berdebat di ling­kungan internalnya sendiri.

Kondisi ini menjadi sorotan Pengamat Politik dan Kebi­jakan Publik dari STKIP Leu­wiliang, Yusfitriadi.

Dirinya menilai, memimpin Kabupaten Bogor seorang diri, Nurhayanti mulai kewalahan. Ini,karena Koalisi Kerahmatan seolah sengaja membiarkan posisi wabup kosong.

“Sebaiknya para pimpinan koalisi menanggalkan egonya, karena untuk memimpin wilayah seluas Kabupat­en Bogor, Bupati Nurhayanti, terlihat mulai kewalahan,” katanya, Minggu (14/2/2016).

Menurutnya, motor peng­gerak utama Koalisi Kerahma­ta, yakni PPP dan Golkar belum bisa untuk bersuara mengenai siapa yang pas mendampingi Yanti hingga 2018 nanti.

“Mereka belum bisa, lan­taran masih terlibat konflik kepengurusan yang sampai sekarang belum selesai, artinya ada kesan posisi wabup senga­ja disandera,” ujarnya.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Apresiasi Kadin Laksanakan Pasar Murah Kendalikan Laju Inflasi Daerah

Menurutnya, selain PPP dan Golkar, inisiatif anggota koalisi un­tuk melakukan percepatan pun seperti sia-sia.

“Koalisi Kerahmatan kuncinya ada di Golkar dan PPP. Tanpa melibatkan dua partai ini, rasanya sulit dire­alisasikan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, Nurhayanti sebagai orang yang ‘diajak’ Rachmat Yasin dalam Pilkada 2013 lalu, tentu­nya ingin mendapat restu dari dua partai tersebut. Terutama PPP.

“Bu Yanti, sebagai peng­guna tentunya ingin wakilnya mendapatkan restu dari Gol­kar dan PPP, sebab jika tidak akan berbahaya bagi Bu Yanti sendiri,” tegasnya

Nurhayanti sendiri tak bisa berbuat banyak untuk mendesak para wakil rakyat itu memilihkan pendamping untuknya. Mer­eka justru berkutat dengan studi banding, pansus, revisi tata tertib dan berkonsultasi kesana kemari.

Konsultasi yang mereka laku­kan seperti mengenai UU Nomor 8 Tahun 2015 serta PP 49, kemu­dian revisi tata tertib DPRD.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Terima Kunjungan Spesifik Komisi II DPR RI Bahan Program PTSL Bagi Masyarakat

Meski revisi tata tertib telah se­lesai dan disetujui Gubernur Jawa Barat, nama F2 tak kunjung mun­cul. Saat sedang adem ayem, mun­cul lagi Putusan MK yang mengha­ruskan para calon mengundurkan diri dari jabatannya saat ini.

“Saya hanya bisa menunggu. Kan semua ada ditangan koalisi. DPRD secara kelembagaan juga tidak bisa memilih wakil. Nanti dari koalisi ke DPRD kemudian diajukan ke saya. Inti­nya, kalau berdua lebih baik dalam menjalankan pemerintahan,” kata Nurhayanti.

Sementara Sekretaris Koal­isi Kerahmatan, Hendrayana menjelas­kan, in­isiatif per­cepatan serius dilakukan.

“Awalnya, kita memang menunggu Golkar dan PPP, tapi karena tidak ada kepas­tian, maka kita ambil inisiatif untuk membahas persoalan ini. Buktinya, kami sepakat mengusulkan dua nama ke Bu Yanti, yakni Pak Momon dan Iwan,” jelas Ketua DPC Partai Hanura ini.

(Rishad No­viansyah)

============================================================
============================================================
============================================================