PEKAN lalu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan angka inÂflasi sepanjang tahun ini akan berada di bawah 4% atau sekiÂtar 3,6%. Angka ini jauh di bawah perkiraan sebelumnya, 4% plus minus 1%.
Bahkan, di Oktober lalu terjadi deflasi. Hingga minggu ketiga bulan Oktober, sudah terjadi deflasi 0,09%. Melihat rendahnya tingkat inflasi tahun ini, akankah BI menurunkan suku bunga acuannya?
“Kita masih perlu lihat,†kata Gubernur BI Agus MartowardoÂjo saat ditemui di Gedung BI, Thamrin, Jakarta. Selain inflasi, nilai tukar rupiah juga menjadi salah satu indikator BI untuk menentukan arah tingkat suku bunganya. Sampai saat ini nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD) masih berkuÂtat di kisaran Rp 13.500.
Meskipun angka inflasi dinilai rendah dan nilai tukar rupiah mulai menunjukkan perÂbaikan, namun kondisi ekonomi global masih beÂlum kondusif. Stabilitas sistem keuangan masih rentan. “Perkembangan di dalam negeri menunjukkan kondisi baik, tapi kondisi di luar negÂeri itu yang namanya stabiliÂtas sistem keuangan itu masih lemah,†kata Agus Marto.
Lemahnya stabilitas sistem keuangan tersebut, menggirÂing berbagai risiko, utamanÂya tekanan terhadap negara berkembang. “Kita tentu harus jaga karena potensi dari teÂkanan negara-negara berkemÂbang itu cukup tinggi dan khuÂsusnya bisa terjadi ada risiko capital outflow. Dan capital outflow itu juga akan membuat tekanan pada dalam negeri,†terang dia.
Untuk itu, Indonesia perlu mewaspadai berbagai risiko dari perkembangan ekonomi global agar tidak terseret terÂlalu dalam.â€Kita tidak boleh sampai tidak hati-hati karena stabilitas itu utama karena bagi terwujudnya pertumbuhan ekonomi kuat, yang seimbang, yang berkesinambungan,†imÂbuhnya.
Pernyataan Agus Marto ini mengisyarakatkan bahwa BI belum memberikan sinyal untuk pelonggaran kebijakan moneter, seperti memangkas suku bunga acuan. Namun biÂsakah itu terwujud, melihat seÂmakin kuatnya keinginan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan di akhir tahun ini?
Agus Martomelihat kemungÂkinan tersebut sangat tipis. Meskipun perekonomian doÂmestik menunjukan situasi yang terus membaik, namun masih ada pengaruh global yang ada ketidakpastian.
“Indonesia dalam RDG lalu menyampaikan bahwa kita bisa ada ruang untuk melakukan pelonggaran dengan adanya perkembangan ekonomi doÂmestik. Tapi pelaksanaan peÂlonggaran itu harus pertimÂbangkan kondisi dunia, dan itu dapat memberikan ketidakÂpastian di pasar keuangan,†ujarnya.
Meski demikian, Agus meÂnilai perekonomian Indonesia sudah menunjukkan perbaiÂkan dari sebelumnya. Dengan proyeksi realisasi pertumbuÂhan ekonomi kuartal III yang mencapai 4,85%, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,67%.
“Tentu Indonesia termasuk negara yang stabil secara sisÂtem keuangan dibanding neÂgara lain. Walaupun umumnya negara berkembang mengalaÂmi tekanan,†jelasnya.
Agus menyebutkan negara seperti Brasil, Afrika Selatan, Turki dan Rusia mengalami kondisi yang lebih buruk. Bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar dari mata uangnya.
“Indonesia juga menunjuÂkan perbaikan, jadi artinya di negara berkembang, banyak yang luar asia yang menunjuÂkan kondisi yang lebih buruk dari negara berkembang di ASEAN. Jadi untuk Indonesia kita perbaikan ekonomi doÂmestik cukup baik dan ada komitmen melakukan reformaÂsi struktural,†terang Agus.
(Alfian M|net)