Untitled-6Pasca desakan demi desakan yang dilakukan para praktisi kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor untuk membongkar aktor intelektual dalam kasus pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal Kota Bogor belum mendapatkan tanggapan serius dari Kejari Kota Bogor.

Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]

Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, terkait dengan adanya tiga nama di­dalam surat dakwaan yakni Walikota Bogor, Bima Arya, Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman dan Sekertaris Dae­rah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat merupakan hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh Kejari Kota Bogor, namun dirinya enggan berkomentar banyak terkait persoalan ini.

“Itu semua merupakan hasil dari penyidikan Kejari Kota Bogor, lebih baik ikuti saja persidangan yang sedang berjalan,” ungkapnya, kepa­da BOGOR TODAY kemarin.

Sebelumnya, Dalam proses persidangan yang berlang­sung di PN Bandung lalu, JPU Kejari Bogor merinci adanya kerugian negara sebesar Rp 28,4 milliar dalam pembe­lian lahan sebanyak 26 bi­dang dengan luas 7.302 me­ter persegi milik pihak ketiga Hendricus Ang (Angkahong).

Rincian kerugian itu ber­sumber dari ketidaksesuaian­nya harga pembelian. Seperti, ditemukan adanya 17 bidang tanah yang dibeli dengan har­ga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Akibat ketidak ses­uaian harga ini, negara meru­gi sebesar Rp17,930 milliar.

BACA JUGA :  Kunjungi Terminal Baranangsiang, Komisi V DPR RI Cek Persiapan Angkutan Lebaran

Tak berhenti sampai disitu, kemudian ditemukan pula keti­dakserasian harga lima bidang tanah yang beralas hak akta jual beli (AJB) dengan yang tertera pada surat pernyataan pelepas­an hak (SPH). Kelima bidang ta­nah itu yakni, AJB No 497/2014 tanggal 23 Desenber 2014, AJB No 507/2014, dan AJB No 509/2014 tanggal 30 Desember.

Akibat ketidakselarasan itu, negara merugi sebesar Rp 4,132 milliar. Adapun dakwaan yang paling krusial, yakni terdapat 6 bidang tanah yang berstatus se­bagai tanah negara yang turut diperjualbelikan dengan harga jual sebesar Rp 6,337 milliar.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional KAMPAK Kota Bogor yang ambil bagian mengawal kasus ini, Roy Sianipar men­gatakan dirinya mengapresiasi langkah jaksa dalam menyusun surat dakwaan karena sudah diurai dengan baik dan dikon­truksikan cukup jelas tinggal bagaimana nantinya Kejak­saan Negeri (Kejari) Kota Bogor memperkuat pembuktiannya.

“Ini benar-benar diluar dugaan saya, Kejari sejauh ini bekerja cukup baik dan membu­ka semuanya selebar-lebarnya didalam surat dakwaan, kita juga turut merekam hasil persi­dangan kemarin,” ungkapnya.

Ia juga menerangkan, pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memuat tiga unsur yang mem­buat para pejabat bisa terseret, yakni unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau­pun orang lain dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

BACA JUGA :  DPRD Kabupaten Bogor Minta Pengembang Metland segera Serahkan PSU Ke Pemda

“Dalam hal ini para peja­bat akan terbukti melakukan tindak pidana korupsi karena sudah memenuhi unsur mem­perkaya orang lain, walaupun uang negara tersebut belum masuk kedalam rekening mer­eka, tetap asas praduga tak bersalah harus dikedepankan dan biarkan proses persidan­gan berjalan, toh salah atau benar hanya hakim yang me­nentukan nantinya,” ujarnya.

Didalam Surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU, Nas­ran Aziz disebutkan bahwa selain Hidayat Yudha Priatna, Irwan Gumelar, Ronny Nas­run Adnan dan Hendricus An­gkawidjaja alias Angkahong, Walikota Bogor, Bima Arya, Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman serta Sekertaris Dae­rah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat juga ikut men­gakibatkan kerugian keuangan negara, yakni Pemkot Bogor sebesar Rp 28.400.533.057.

“Pada tanggal 26 Desember 2014 saudara Hidayat Yudha Priatna melaporkan kepada Walikota Bogor, Bima Arya bah­wa Angkahong bertahan pada Rp 46 miliar, sedangkan nilai appraisal dari saudara Ronny Nasrun Adnan hanya sebe­sar Rp 39 miliar. Berdasarkan laporan terdakwa HYP, kemu­dian Walikota meminta diper­temukan dengan Angkahong sampai akhirnya dilakukan musyawarah ketiga pada tang­gal 27 Desember 2014 di ruang kerja Walikota Bogor,” beber Jaksa dihadapan Majelis Hakim PN Bandung Kelas 1A Khusus Tipikor, Senin (30/5/2016).

============================================================
============================================================
============================================================