Untitled-7Harga beras mulai bikin waswas. Presiden Joko Widodo pun ikut turun tangan. Jokowi memanggil para menteri terkait dan direksi Perum Bulog untuk membahas kenaikan harga pangan.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

 Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengungkapkan, Jokowi memberikan arahan khusus kepada Bulog un­tuk mengatasi lonjakan harga beras ini. ‘’Kami akan terus menggelar operasi pasar beras di seluruh Indo­nesia hingga normal,’’ ujarnya, Senin (1/2/2016)

Jokowi meminta operasi pasar yang digelar Bulog harus lebih menyentuh ke bawah. Caranya dengan lebih banyak menyalur­kan beras lewat pedagang pengecer. “Saya sudah dapat arahan dari Presiden bahwa kon­sep OP akan diperbaiki. Saya akan lebih banyak masuk ke pedagang pengecer,” tutur Djarot di Cilegon.

Djarot mengakui, selama ini OP Bulog kurang menyentuh ke bawah, karena masih banyak men­gandalkan kerjasama dengan para pedagang besar. “Kemarin sebena­rnya sudah masuk ke pedagang pengecer, tapi ada beberapa yang saya minta tolong ke pedagang be­sar. Nanti akan saya suplai sendiri,” ucapnya.

Jokowi juga memerintahkan, agar tidak ada lagi kenaikan harga beras di Februari ini. Sebab, kenai­kan harga beras sedikit saja akan sangat membebani rakyat kecil. Djarot pun berjanji akan berusaha semaksimal mungkin menstabilkan harga beras.

BACA JUGA :  Cemilan Buka Puasa dengan Nugget Pisang Keju yang Lezat Dijamin Keluarga Suka

“Tadi Pak Presiden jelas menyam­paikan, kenaikan Rp 50-100/kg pun sudah berat. Kalau Presiden sudah menyatakan demikian, saya harus berusaha maksimal, menurunkan harga beras,” tukasnya.

Sebanyak 100.000 ton beras telah disiapkan Bulog untuk OP selama Februari. Jika ternyata be­lum cukup akan ditambah lagi sesuai kebutuhan. “Kita akan ke semua daerah yang harganya (ber­as) naik, akan saya kirim. Kita siap­kan 100.000 ton beras untuk OP di Februari, mudah-mudahan cukup,” pungkas Djarot.

Surplus Tapi Impor

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengingat­kan pemerintah untuk mewaspadai kenaikan harga beras yang terjadi sepanjang Januari 2015 lalu.

Menurut Angka Ramalan II dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada 2015 lalu mencapai 74,99 juta ton gabah kering giling atau setara 43 juta ton beras. Dengan asumsi konsumsi be­ras nasional sebanyak 33 juta ton, maka di atas kertas ada surplus 10 juta ton.

BACA JUGA :  Hidangan Kreasi yang Lezat dengan Brownies Kurma Kukus

Tapi nyatanya Indonesia masih membutuhkan beras impor untuk memperkuat stok milik Perum Bu­log. Sebanyak 1,5 juta ton beras di­impor dari Vietnam dan Thailand untuk stok awal 2016.

Meski sudah ada pasokan beras impor, harga beras di dalam negeri masih saja mengalami kenaikan, ti­dak benar-benar stabil. Di Januari 2016 ini, BPS mencatat bahwa ke­naikan harga beras secara nasional merupakan salah satu penyumbang inflasi.

Djarot mengaku tak habis pikir mengapa data produksi beras bisa naik, tapi impor juga naik, dan har­ga juga naik. Harusnya bila produk­si naik apalagi surplus, tidak ada impor, harga beras pun harusnya stabil.

Djarot berseloroh, jika benar Indonesia surplus 10 juta ton be­ras tahun lalu, harusnya para petani santai-santai tak perlu panen selama 4 bulan pun harga beras tetap stabil karena pasokan cukup.

“Kalau kita surplus 10 juta ton itu cukup untuk makan 4 bulan. Petani santai-santai nggak nanam 4 bulan juga harga stabil. Tanya saja sama yang bilang surplus,” kata Djarot.

(dtc)

============================================================
============================================================
============================================================