B1-19-8-2016-BisnisINDONESIA pernah menjadi salah satu pemain utama dunia dalam ekspor manufaktur. Namun, pasca krisis moneter terjadi pada 1997-1998 kinerja manufaktur Indonesia merosot. Mengapa?

Oleh : Yuska Apitya
[email protected]

Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop mengatakanper­tumbuhan sektor manufaktur rill menurun dari rata-rata 11% per tahun pada periode 1990-1996, menjadi 4,8% per tahun pada periode 2001 hingga tahun 2014. Hal ini disebabkan beberapa faktor.

“Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya peningkatan permintaan untuk jasa dibandingkan untuk manufaktur seiring dengan peningkatan pendapatan rumah tangga. Untuk Indonesia perubahan ini terjadi pada tingkat pendapatan per kapita

BACA JUGA :  Takjil untuk Buka Bersama dengan Sop Buah Mangga Leci yang Segar dan Enak

yang rendah dan sebelum industri­alisasi mencapai kematangan yang mencerminkan de-industrialisasi yang prematur,” ujar Ndiame Diop, di Bursa Efek Indonesia, SCBD, Ja­karta Selatan, Kamis (18/8/2016).

Selain itu, daya saing dan produktifitas tenaga kerja Indone­sia masih kalah bila dibandingkan negara tetangga. Ia mencontohkan, Malaysia menunjukkan bagaimana tenaga kerja mereka lebih produk­tif, walau dengan tingginya upah manufaktur tapi tenaga kerja Ma­laysia lebih bisa berdaya saing lebih tinggi dari Indonesia walau upahnya lebih tinggi 7 hingga 8 kali lipat.

BACA JUGA :  Hidangan Kreasi yang Lezat dengan Brownies Kurma Kukus

Penurunan manufaktur ini juga terjadi karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Rupiah terdepr­esiasi sebesar 16% secara perdagan­gan tertimbang nominal sejak bulan Desember 2012.

============================================================
============================================================
============================================================