Ade-Sarip-HidayatBANDUNG, TODAY—Sidang lanjutan kasus dugaan mark up harga lahan Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor semakin me­manas. Agenda ket­e r a n g a n saksi Sekertaris Daerah Kota Bo­gor, Ade Sarip Hidayat menjadi ‘mimpi buruk’ bagi Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W Maryono yang sebelumnya mengklaim harga lahan Jambu Dua hanya Rp 17,5 miliar dengan acuan SK DPRD Kota Bogor.

Berbanding terbal­ik, Ade Sarip Hidayat mengklaim Rp 17,5 miliar hanya tertera pada lampiran SK DPRD dan yang berada di dalam SK DPRD tetap Rp 43,1 miliar. Adu kesaksianpun telah dijadwalkan oleh Hakim un­tuk mengupas tuntas kasus ini lebih dalam.

Persidangan yang sempat ‘molor’ dari waktu yang ditentukan hingga lima jam, tetap berjalan lancar. Agenda kesaksianpun dimulai den­gan permintaan keterangan dari Ade Sarip Hidayat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bogor mendapatkan giliran pertama untuk bertanya kepada Ade Sarip Hidayat. Poin yang dicecar JPU kepada Ade yakni mengenai proses penganggaran.

Ade menjelaskan, semua proses pembelian lahan Angkahong sudah sesuai aturan. Dijelaskankannya, asal muasal pembelian lahan senilai Rp43,1 miliar adalah setelah Lebaran 2014 lalu, pada saat Pemkot Bogor melakukan program penataan peda­gang kaki lima (PKL) di sekitar Jalan MA Salmun.

BACA JUGA :  Goguma Latte with Jelly, Minuman Segar yang Legit dan Creamy

“Sudah berulang-ulang penert­iban dilakukan tapi selalu saja badan jalan yang lebarnya 12 meter itu habis menjadi lapak PKL dan tersisa 3 meter saja. Nah, saat penertiban itu maka ada dialog dengan PKL di salah satu ruangan di Perusahaan Gas Negara (PGN) jika akan ada re­lokasi asal jalan tersebut bersih dari PKL,” terang Ade di hadapan majelis hakim.

Selanjutnya, sambung Ade, Pem­kot terus ditagih oleh PKL sampai terjadi serangkaian demo dengan tuntutan tempat relokasi tersebut. Akhirnya, Pemkot membuat rancan­gan umum perubahan dan plafon APBD-P sementara sehingga muncul angka Rp 135 miliar.

Angka ini, direncanakan untuk pembelian Gedung Muria Rp70 mil­iar serta pembelian lahan relokasi Rp65 miliar kemudian dibahas di Komisi B DPRD Kota Bogor. “Tanggal 17 September 2014, dilakukan sidang paripurna di DPRD tentang KUAP­PASP dan plafon anggaran,” kata dia.

Ade mengaku, pada 30 Septem­ber 2014 diundang kembali oleh DPRD dengan agenda penandatanga­nan nota kesepahaman KUA PPASP dan penyampaian RAPBD. Di nota kesepahaman itu munculah kesepak­atan dewan dari komisi terkait untuk melakukan kajian pembelian lahan itu. “Ketika pembahasan diketahui ada defisit Rp253 miliar. Jadi, saat itu rencana pembelian lahan ini belum dimasukan,” tegasnya.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Ade menambahkan, pada 10 Ok­tober 2014 dilakukan pembahasan anggaran di Park Cawang Hotel. Se­tiap SKPD dipersilahkan memapar­kan rencana program yang akan dimasukan di APBD-P. Masih dalam pertemuan tersebut, disepakati ada dua alternatif penganggaran untuk pembelian lahan Angkahong.

“Yang pertama adalah Rp55 mili­ar untuk membeli lahan Angkahong di Pasar Warung Jambu. Dan yang kedua, adalah tetap dialokasikan Rp55 miliar dengan rincian pembe­lian lahan Angkahong serta lahan Ga­luga,” tandasnya.

Masih berdasarkan kesaksian Ade, pada 14 Oktober dilakukan pembahasan kembali di Gedung DPRD ada dinamika sehingga sem­pat muncul angka Rp26 miliar untuk membeli lahan Angkahong kemu­dian finalisasinya jadi Rp17,5 miliar lalu masuk RAPBD-P 2014. “Akhirnya disahkan melalui rapat paripurna ke­mudian dikirimkan ke pemprov un­tuk evaluasi gubernur,” ujarnya.

============================================================
============================================================
============================================================