bahagia-fotoOleh: Bahagia, SP., MSc dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor

Penulis sedang S3 IPB Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan IPB dan

Musim hujan dan musim kemarau sudah seharusnya terprediksi kapan akan datang. Kenyataannya musim hujan datang pada saat penanggalan yang tidak sesuai. Sama halnya dengan musim kemarau. Terlambat melakukan adaptasi terhadap bencana maka menimbulkan bencana. Banjir dan longsor yang terjadi akibat adaptasi yang kambat terhadap bencana. Satu sisi kita juga tidak mau memperbaiki kondisi iklim sampai menemukan titik keseimbangan. Saat musim sudah berubah maka jadwal adaptasi juga berubah sesuai dengan kerusakan ekologis.

Selain adaptasi kita juga harus memperbaiki lingkungan hidup. Untuk mengatasi ini kita harus melihat bagaimana nabi Yusuf dan kaumnya membuat persiapan untuk menghadai perubahan iklim. Yusuf berkata: “Supaya kamu bertahan tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. (12: 47). Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (12: 48)

Dari ayat diatas, pengendalian bencana nabi Yusuf lebih kepada mengendalikan bencana sebelum kelaparan karena pangan terjadi karena musim peceklik. Dengan begitu, nabi Yusuf dan kaumnya harus menimbun pangan untuk persediaan. Aksi yang mulai dari menanam tumbuhan untuk persediaan pangan. Merencanakan berapa produksi sehingga bisa cukup dan membangun lumbung pangan.

Kasus banjir dan longsor juga bisa menerapkan mitigasi iklim Nabi Yusuf tadi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, kita harus tau daerah mana yang rawan bencana ekologis termasuk longsor, banjir dan kekeringan serta daerah yang rawan kekurangan pangan. Mapping daerah mana yang rawan bencana. Dengan diketahui daerah rawan bencana maka kita bisa tau daerah mana yang akan terjadi bencana. Kita tau berapa jauh rumah sakit terdekat jika sewaktu-waktu akan ada korban akibat bencana.

Selanjutnya prediksi musim yang akan melanda pada daerah itu dan tetapkan cara-cara mitigasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sama halnya dengan mitigasi yang dilakukan nabi Yusuf selama tujuh tahun untuk memasuki musim peceklik. Cara adaptasi jangka pendek, pemerintah sudah memberikan sosialisai kepada warga yang rawan bencana pada saat musim hujan. Terutama rumah-rumah mereka yang berada pada pinggiran sungai dan pinggiran gunung. Himbau mereka untuk berhati-hati karena rawan bencana longsor.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Selanjutnya identifikasi siapa yang mau menerima mereka pada lingkungan sekitar jika sewaktu-waktu ada bencana. Pemerintah juga sudah menyiapkan tempat pada level RT/RW sebagai tempat penampungan bagi mereka yang terkena bencana banjir. Ketahui jumlah orang yang terdampak berapa KK sehingga dapat disedikan berapa jumlah logistik yang harus disiapkan. Kedua, untuk jangka panjang pemerintah harus menormalkan ekosistem. Normalisasi ini yang tidak dilakukan.

Jika bencana sudah selesai maka tidak lagi dilakukan aksi setelah itu. Peta rawan bencana harus sampai kepada aksi untuk perbaikan ekosistem. Sampai kapan kita terkena bencana jika cara jangka pendek yang kita lakukan. Kalau iklim kita tidak bersahabat terus menerus apakah kita hanya berpikir jangka pendek? banyak korban meninggal dan sakit serta cacat kalau pemerintah tetap tidak akasi untuk jangka panjang. Apa aksi itu, ketahuilah jumlah air hujan pada daerah rawan bencana.

Berapa liter/kubik hujan yang turun, apakah kemudian tanah yang disana masih mungkin untuk menyerap. Jika tidak, sebelum musim penghujan datang, pemerintah sudah memperbaiki kondisi tanah. Air hujan tadi akhirnya bisa masuk kedalam tanah. Pemerintah sangat minim dalam aksi untuk monitoring bencana banjir dan longsor. Monitoring disini bisa dilihat dari banyaknya debit hujan selama satu tahun. Kalau satu tahun debit hujan tetap normal dan tidak ada bencana maka daerah itu masih belum rawan.

Jika pada daerah tadi debit hujan yang turun melebihi level standar maka lakukan mitigasi. Periksa juga sungai apakah sudah melebihi kapasitas atau belum dengan data hujan selama ini. Data-data hujan sudah bisa digunakan. Badan meteorologi dan fisiki sudah punya data hujan tadi. Tentu pihak kebencanaan sudah bisa tau daerah mana yang air hujannya sangat tinggi. Data belum cukup, daerah rawan bencana harus dikumpulkan untuk dijadikan sampling lingkungan. Tanya mereka apakah satu tahun sebelumnya sudah pernah terjadi bencana atau belum.

Dengan kroscek langsung akan menentukan aksi lanjutan. Lantas mengapa masih ada bencana? tentu monitoring tadi belum optimal dilakukan. Kedua, teliti keadaan tanah pada lokasi rawan bencana. Termasuk kemampuan tanah untuk menyerap air. Kemampuan sungai untuk menerima limpahan air hujan. Kalau kita tau tanah tidak rawan bergeser maka bencana dapat diminimalkan. Ketiga, lakukan kajian yang komprehensif. Maksudnya, mengendalikan bencana terutama pada daerah sungai dan daerah geografis pegunungan butuh pengendalian bencana yang baik.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Daerah hulu sungai harus dikendalikan dan tidak bisa hanya dikendalikan pada kawasan hilir. Atau hanya kawasan tengah saja. Orang yang berada pada kawasan desa-desa dipinggiran sungai diajak untuk aksi ekologis dan aksi sosial. Disini butuh kerjasama sosial yang baik antara masyarakat dan tokoh masyatakat. Mereka dapat digunakan untuk mempengaruhi warga yang ada disekitar pinggiran sungai. Mereka akan menurut dengan tokoh agama jika harus mereka direlokasi.

Caranya, pemerintahan desa mengimbau semua masyarakat yang rawan bencana atas dasar peta bencana kemudian rapat dibalai desa. Ada dua kemungkinan. Jika bencana sangat rawan maka tawarkan relokasi rumah. Jika masih bisa diperbaiki maka perbaiki dengan cara aksi ekologis dan fisik. Aksi ekologis menanaman tumbuhan yang kuat perakarannya pada pinggir sungai. Kalau disumatra ada tumbuhan Gelagah yang kuat untuk menahan longsoran tebing. Tentu tumbuhan itu bisa digunakan sehingga kawasan sungai dapat dinormalkan.

Setelah itu terus lakukan monitoring apakah masih air kelebihan masuk pada kawasan sungai. Jika masih maka terus tambah tumbuh-tumbuhan untuk menghambat air. Termasuk pada permukaan tanah baik sisi kanan dan kiri sungai. Rumah warga tidak perlu digusur hanya optimalkan saja ruang terbuka hijaunya. Ukur terus keadaan ekosistem dengan pengendalian tadi mulai dari hulu hingga hilir sungai. Jangan lupa, masyarakat juga diberikan penyuluhan agar sadar ekologis sehingga tidak buang sampah ke sungai. Lakukan pretes diakhir penyuluhan ekologis.

Prioritaskan kepada mereka yang tinggal pada kawasan rawan bencana banjir dan longsor. Selanjutnya berikan pretes untuk mengetahui seperti apa kesadaran mereka. Terakhir, kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama berisikan perjanjian warga dan kepala desa. Perjanjiannya berupa tidak diperkenankan untuk merusak ekosistem dan buang sampah. Tetapkan denda dan dendanya berupa denda pohon dan rerumputan. Makin banyak yang melanggar maka makin banyak denda pohon dan rumput.

 

============================================================
============================================================
============================================================