JAKARTA TODAY – Negara mengalokasikan 20% Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) untuk pendidikan. Kendati demikian, hal itu seringkali tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, seiring peningkatan pendapatan dan belanja negara di setiap tahunnya, maka anggaran pendidikan turut meningkat. Kendati demikian, kondisi pendidikan Indonesia masih jauh tertinggal dari negara lainnya.

Pada tahun 2018 anggaran pendidikan sebesar Rp444 triliun, meningkat dari tahun 2017 yang sebesar Rp419 triliun.

Dia menjelaskan, kenaikan alokasi dana untuk pendidikan seringkali diorientasikan hanya mengenai kenaikan gaji guru, bukan peningkatan kualitas guru dan siswa. Sehingga dikhawatirkan anggaran pendidikan hanya sekedar menyebar sesuai konstitusi tapi tidak dibarengi peningkatan kualitas.

“Saya melihat bahayanya alokasi anggaran pendidikan kayak gini, membuat kita teledor merancang pengggunaan anggaran. Sudah mikir 20% anggaran pasti dapat, rebutan untuk bisa dapat berapa dananya. Enggak mikirin anggaran yang terus meningkat ini dengan target tujuan apa yang dihubungkan untuk kepentingan anak-anak Indonesia,” jelasnya di Gedung Guru Indonesia, Jakarta, Selasa (10/7/2018).

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Jatim, Moge Tabrak Minibus di Jalur Pantura Probolinggo

Ani, panggilan akrabnya, menyatakan anggaran pendidikan dua pertiga diberikan kepada pemerintah daerah untuk dikelola, namun sering kali tak digunakan secara maksimal.

“Anggaran pendidikan sepertiga dikelola pusat, dua pertiga (dikelola) daerah karena pendidikan termasuk fungsi yang didelegasikan di pemda. Di daerah rekrutmen guru, tapi soal kualifikasinya? wallahualam bisawab,” tukasnya.

Dia menyebutkan, sering kali guru hanya sekedar hadir di kelas, melakukan absensi namun meninggalkan siswa di kelas. Ani juga mempertanyakan banyak guru honorer yang mengajar, sehingga menunjukkan guru tetap tak menjalankan tugasnya.

“Guru honorer banyak, terus guru tetap pada ke mana? Honorer yang ngajar terus tapi yang tetap enggak ada,” tegurnya.

Disisi lain, sistem sertifikasi guru kini tak lagi mencerminkan peningkatan kualitas guru, hanya menjadi prosedural biasa saja.

“Tapi sekarang sering sertifikasi enggak cerminkan apa-apa hanya prosedural untuk dapat tunjangan, bukan berarti karena dia profesional dan bertanggung jawab untuk berkualitas pada kerjaan,” katanya

BACA JUGA :  Kecelakaan Mobil Pikap di Kendal Terbalik ke Sawah, Angkut Wisatawan

Bendahara Negara ini mencontohkan, kualitas siswa Indonesia tertinggal daripada siswa Vietnam. Di mana nilai rata-rata matematika siswa Vietnam mencapai 90 sedangkan Indonesia hanya 70 bahkan 40. Begitu pula dengan kualitas membaca dan ilmu pengetahuan alam siswa Indonesia yang masih tertinggal.

“Indonesia sudah masuk industri 4.0, negara yang bisa ikut berkembang dengan revolusi ini adalah negara yg mempunyai SDM lebih baik, bisa coding, punya empati, bahasa bukan cuma indonesia, harus ada arah ke perubahan zaman,” jelasnya.

Dia pun menyatakan, perlu adanya perbaikan alokasi anggaran pendidikan. Hal ini dengan berkoordinasi antara Kemenristekdikti, Kemendikbud, dan Kemenag soal arah desain pendidikan Indonesia yang baik dan tepat.

“Kalau hanya sibuk soal gaji saja, enggak mikir pendidikan itu sendiri kedepannya, jadi siapa yang akan memikirkannya. Dana 20% dari APBN harus dipikir strategis mau dibawa kemana,” katanya. (net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================