Oleh : Bahagia, SP., MSc.

(Sedang Menempuh Program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB dan Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor)

 

Bencana secara alami seperti gempa dan letusan gunung api bukan karena tindakan manusia. Secara alami bencana ini memang bisa terjadi. Adapun bencana seperti letusan gunung api tidak sering seperti bencana banjir dan longsor. Hanya saja sebagian besar kejadian bencana alam karena kerusakan fungsi lingkungan hidup.

Tanah tidak optimal untuk menyerap air hujan sehingga terjadi banjir. Sedangkan kerusakan fungsi tanah berkaitan dengan kerusakan komponen lain. Misalkan, terjadi alihfungsi lahan produktif menjadi bangunan. Tanah yang tadinya sebagai daerah resapan air tetapi akhirnya mati fungsinya. Saat ini kerusakan lingkungan sudah level sangat darurat.

Kawasan pegunungan gundul dan terjadi longsor beserta banjir, kondisi hutan mangrove di pinggir lautan sangat memprihatinkan, dan ditambah lagi kerusakan berat pada seluruh ekosistem dibumi. Kawasan rawa-rawa hilang, danau alami tertutup menjadi bangunan dan sungai mengalami pendangkalan serta penuh dengan sampah.

Sebuah fakta yang membutikan hancurnya toleransi ekologis. Pada akhirnya kehidupan manusia dan alam tidak lagi harmonis. Seperti kejadian saat ini, pulau Jawa benar-benar dilanda bencana banjir dan longsor secara bersar-besaran. Akhirya tidak dipungkiri kalau ekosistem di pulau Jawa memang dalam keadaan rusak berat.

Dalam pandangan agama Islam, kerusakan alam banyak terjadi karena perilaku manusia (Qs Ar-Rum 30:41). Dari ayat itu menunjukkan bahwa kerusakan berkaitan dengan masalah hancurnya pemahaman agama terhadap lingkungan hidup. Kesadaran beragama untuk menerapkan agama dalam pengelolaan lingkungan masih perlu diperbaiki.

Kenyataan ini menjadikan dakwah hijau menjadi penting sebab aksi mitigasi sudah banyak dilakukan saat ini. Pada faktnya manusia sadar lingkungan bukan semakin banyak, untuk itu agama sebagai jalan agar siapa yang telah menjadi perusak mau kembali kejalan yang benar.

Pelaksana dakwah hijau itu yaitu mereka-mereka yang mempelajari agama dan pendidikan. Pulau Jawa termasuk daerah dimana sekolah-sekolah terintegrasi dengan nilai Islam tergolong sangat banyak. Menurut BPS (2011) jumlah pesantren terbanyak meliputi propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa tengah dan propinsi Aceh.

BACA JUGA :  Rumah dan Mesjid di Sukabumi Alami Rusak usai Diguncang Gempa Garut Magnitudo 6,5

Di Jawa Barat tercatat sekitar 3558 pesantren, jumlah pesantren di Jawa timur sekitar 3296 pesantren, dan jumlah pesantren di Jawa Tengah sekitar 2386 pesantren. Terakhir pesantren terbanyak dipropinsi Aceh sekitar 943 pesantren. Jumlah madrasah juga terbanyak pada propinsi tersebut. Propinsi Jawa Timur paling banyak jumlah sekolah madrasahnya.

Ada sekitar 4650 sekolah dan di propinsi Jawa Barat ada sekitar 4450 madrasah, serta jumlah madrasah di Jawa Tengah sekitar 4101 madrasah.Pesantren dan Madrasah sebagai potensi untuk menerapkan literasi islam dan mitigasi bencana. Pada sekolah-sekolah ini dengan mudah diterapkan literasi Islam dan Bencana.

Persoalan bencana akibat ulah manusia itu tidak lain karena pemahaman nilai agama dan lingkungan belum membaik. Setiap orang yang paham agama maka tidak banyak merusak. Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk melakukan mitigasi bencana alam ini. Pertama, literasi alam dan agama. Biasanya pertobatan lebih cepat jika seseorang diarahkan untuk memahami nilai agama.

Pesantren bisa dijadikan sebagai wadah gerakan literasi alam dan bencana. Lebih baik lagi jika menambahkan matapelajaran Islam, Lingkungan dan bencana alam. Gerakan literasi yaitu membaca ayat-ayat lingkungan hidup. Mulai dari ayat tetang siklus hujan, tanaman, dan pengelolaan sumberdaya alam. Membaca ayat-ayat ini akan menambah ilmu pegetahuan tentang lingkungan sehingga mengurangi perilaku untuk merusak.

Sekaligus menyadari bahwa manusia telah banyak melakukan kesalahan sehingga tersebar bencana banjir dan longsor. Kedua, materi dakwah perlu diperkaya dan dianekaragamkan. Para lulusan pesantren sangat baik jika mereka diarahkan untuk dakwah tentang pangan, kerusakan lingkungn dan bencana alam. Penyampaian materi dakwah tentang ini berpotensi menambah ilmu pengetahuan banyak orang.

Setidaknya mereka pernah mendengar dakwah tentang ini sehingga besar kemungkinan kesadara itu akan tumbuh pada diri mereka.  Ketiga, menggagas pesantren ramah lingkungan. Pada dasarnya ajaran Islam memang dekat sekali dengan pengelolaan lingkungan hidup.

BACA JUGA :  Diduga Karena Salah Paham, Warga Palembang Dibacok Tetangga

Islam mengajarkan kerbersihan sehingga setiap umat Islam wajib berwudlu sebelum shalat, tidak buang sampah sembarangan dan tidak buang kotoran pada sumber kehidupan seperti sungai. Bahkan, disuruh untuk menghijaukan lingkungan. Tentu tidak mungkin ada pesantren dengan lingkungan kumuh, penuh sampah, kotor dan tidak hijau.

Selain itu, dari pesantren bisa menjadi contoh untuk menerapkan perilaku hemat sumberdaya alam termasuk air dan energi listrik. Akar persoalannya dimana perilaku hemat sumberdaya alam belum sepenuhnya menjadi perilaku kebanyakan orang. Air hujan terbuang begitu saja dan sinar matahari terlewatkan dari pagi hingga sore hari.

Ketiga, gerakan masal secara nasional tentang dakwah lingkungan. Masjid-masjid besar diseluruh Indonesia perlu menggagas berupa kultum singkat dimasjid. Dilakukan setelah melaksanakan shala. Kultum tentang masalah lingkungan dan bencana sangat efektif dilakukan setelah shalat lima waktu. Penyampaian tidak perlu panjang, misalkan 5 menit setiap kali shalat.

Terutama apabila dilakukan pada masjid-masjid besar di Indonesia dimana jamaahnya sudah sangat banyak. Setiap jamaah yang mendengar bisa sadar dan dapat ilmu pengetahuan. Selanjutnya jika mereka menceritakan kembali apa yang telah didengar pada saat kultum kepada keluarga dan orang lain maka penyebarannya semakin meluas.

Hanya saja kultum tentang bencana lingkungan masih tergolong jarang disampaikan pada lingkungan masjid. Disamping itu, perlu khotbah jumaat tentang bencana dan lingkungan secara nasional. Lebih efetif lagi apabila penyampaian materi dilakukan pada saat khutbah jumat.  Setiap umat beragama Islam sudah pasti harus shalat jumat maka jumlah jamaah lebih banyak lagi. Tentu lebih banyak lagi umat yang mendengar dan segera berubah.

Setidaknya lebih banyak umat yang mengetahui. Untuk itu, Indonesia sudah saatnya menggagas masalah lingkungan dengan agama yaitu dakwah hijau. Dakwah selama ini terkesan belum berkelanjutan sebab masih jarang menyentuh dakwah lingkungan hidup. Lebih banyak dakwah tentang seputar persoalan sosial. Padahal manusia hidup tidak dipugkiri harus hidup harmonis dengan alam semesta. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================