JAKARTA TODAY- Harga minyak mentah stagnan pada penutupan perdagangan Selasa (17/10), setelah mendapat sentimen dari Amerika Serikat (AS) dan Kurdistan, Irak.

Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$0,06 atau 0,1 persen menjadi US$57,88 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) naik US$0,01 atau 0,01 persen menjadi US$51,88 per barel.

Sentimen negatif datang dari AS, karena pelaku pasar memperkirakan produksi dan ekspor minyak Negeri Paman Sam akan meningkat tajam, sehingga bisa menekan harga di pasar.

“Pelaku pasar akan melihat dengan seksama profil produksi minyak yang meningkat di AS dan ekspor yang terus-menerus tinggi. Ini faktor yang akan terus membatasi kenaikan harga minyak,” ujar Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy Global Gas Analytics, London.

BACA JUGA :  Hasil Uber Cup 2024, Tim Bulu Tangkis Indonesia Takluk dari Jepang

Kendati begitu, sebagian analis melihat, angka produksi minyak mentah AS justru telah berkurang sekitar 4,2 juta barel dalam sepekan lalu. Namun, data resmi baru akan dirilis oleh Institusi Minyak AS (American Petroleum Institute/API) pada hari ini.

“Semua orang ingin melihat apakah ekspor minyak mentah tingkat tinggi (A.S.) akan menurunkan persediaan lagi,” kata John Kilduff, analis Again Capital LLC di New York.

Sementara sentimen dari Kurdistan telah terjadi dalam sebulan terakhir, lantaran referendum kemerdekaan Kurdi yang ingin lepas bagian dari pemerintahan Irak.

Kabar terakhir, pemerintah Irak merebut kembali wilayah utara dari pasukan Kurdi, yang memiliki jaringan ladang minyak. Sayang, pelaku pasar masih khawatir bahwa pasokan minyak mentah dari ladang Kirkuk akan menurun. Meski, pejabat setempat menyatakan operasi tetap normal.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Selasa 30 April 2024

Di sisi lain, pergerakan harga minyak juga diwarnai sentimen ketegangan antara AS dengan Iran yang kembali meningkat. Alasannya, Presiden AS Donald Trump menolak mengesahkan peraturan Iran atas kesepakatan nuklir. Hal ini membuat kongres AS memutus tindakan lebih lanjut terhadap Teheran.

Sementara, sanksi Iran pada putaran sebelumnya ialah pemotongan sumbangan produksi sekitar 1 juta barel per hari (bph) ke pasar global.

Terakhir, pasar turut mempertimbangkan pembatasan produksi minyak dari Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan Rusia. Analis melihat, kepatuhan OPEC dan Rusia untuk memenuhi komitmen ini mencapai 86 persen. (Yuska Apitya/reu)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================