BOGOR TODAY- Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Bogor, terus bergerak melakukan kepedulian dan perhatian terhadap perkembangan situasi dan kondisi Kota Bogor. Setelah rutin melakukan berbagai kegiatan diskusi dan seminar, GP Ansor Kota Bogor kembali menggelar diskusi terbuka dengan kegiatan dinamai Forum Malam (Formal) yang dilaksanakan di Cafe Kuki, Jalan Halimun, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Senin (31/7).

Acara yang bertemakan “Ada apa Bima Arya dengan HTI?” dengan menguak hubungan mesra antara Bima Arya dengan HTI, dihadiri oleh berbagai narasumber diantaranya, Walikota Bogor, Bima Arya, Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Mohammad Monib, Ketua Forum Advokat Pembela Pancasila, Sugeng Teguh Santoso, dan Komandan Densus 99 Banser, Nuruzzaman.

Ketua GP Ansor Kota Bogor, Rachmat Imron Hidayat mengatakan, kegiatan forum diskusi Formal ini merupakan kegiatan rutin yang akan dilaksanakan secara kontinyu di Kota Bogor. Topik pembahasan yang akan di kedepankan dan di diskusikan menyangkut berbagai permasalahan maupun isu isu terkini, terutama di Kota Bogor. Saat ini tema yang diangkat terkait masalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Jadi kegiatan diskusi publik secara terbuka ini sebuah pertemuan forum yang menghasilkan gagasan gagasan dan solusi dalam menyikapi sebuah permasalahan maupun isu. GP Ansor akan terus rutin melakukan kegiatan Formal ini sebagai bentuk perhatian bagi Kota Bogor,” katanya.

Walikota Bogor Bima Arya yang hadir dalam acara itu mengatakan, terkait PERPPU yang sudah dikeluatkan oleh pemerintah, terlihat roh dari PERPPU ini sangat kontekstual, berkaca dari Pilgub di Jakarta, berkaca dari berbagai fenomenal politik saat mengalami kemunduran. Pertanyaan kepada empat pilar kebangsaan tadi baik secara langsung maupun tidak langsung, hal itu harusnya tidak ada lagi, sudah selesai. Tapi sekarang semua ditarik seolah ada yang belum selesai disini.

Menurut Bima, jika PERPPU ini ditarik dengan semangat kegentingan yang memaksa, sudah tepat. Karena kegentingan yang memaksa disini, ketika kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara itu terancam, disitulah kegentingan memaksa. Tidak kasat mata secara fisik, jadi sangat setuju jika ada pandangan saat ini sedang genting, karena semua merasakan itu, sebagai unsur Muspida ketika berkunjung ke wilayah ini genting, rasa kebersamaan, persaudaraan, dan lainnya itu terancam oleh berbagai macam kepentingan politik.

BACA JUGA :  DPRD Kota Bogor Evaluasi Pelaksanaan Perda Tibum dan Disabilitas

“Nah, pemerintah harus “decisive” atau tegas, menentukan, dimana pemerintah memiliki landasan yang kuat untuk menyatakan kegentingan yang memaksa dengan terbitnya PERPPU ini, sudah tepat. Persoalannya, apakah PERPPU ini senafas dengan demokrasi ? Yaa, silahkan saja dilakukan ujian dan sebagainya, ada proses hukum disitu. Ketika ada yang bertanya kepada saya, bagaimana dengan di Kota Bogor sendiri, dilarang tidak ? Saya jawab yaa dilarang, saat sebuah organisasi melarang ditingkat pusat, maka disini pun dilarang,” jelasnya.

Bima menuturkan, Negara ini menjamin kebebasan berbicara sejauh konten dan materinya itu tidak bertentangan dengan seluruh Undang-Undang. Disini sudah dijelaskan, jika kontennya kemudian menghasut, membongkar ideologi dan sebagaunya, yaa kena disini. Tetapi, jika berbicara tidak dalam konteks ideologi dan sebagainya, yaa masa dilarang. Jadi poinnya adalah bukan memperbolehkan kader HTI boleh berdakwah, bukan itu, tetapi, poinnya adalah silahkan berbicara sebagai anak bangsa sejauh tidak menyinggung hal-hal yang saat ini sudah diatur oleh PERPPU dan ditarik oleh konstitusi kita.

“Jadi sudah jelas disini, jadi jika ada eks Kader HTI berbicara di depan publik yaa silahkan, jika materinya dianggap bertententangan dengan PERPPU itu harus di tuntut, gugat, proses. Tetapi, jika berbicara hal-hal yang lain, mengajak kepada kebaikan yaa silahkan saja, tetapi jika sudah berbicara tentang ideologi HTI, apalagi membongkar kembali tentang empar pilar, ini sudah terjadi pelanggaran terhadap PERPPU dan Undang-Undang,” tegasnya.

Ketua Forum Advokat Pembela Pancasila, Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan, kepada Pemerintahan Kota Bogor, pemerintah harus memahami konsep hukumnya yang seperti dijelaskan ini tidak memaknai dengan keliru. Sehingga jika ada pernyataan misalnya masih boleh berdakwah, nah ini sudah melanggar asas legalitas. Asas legalitas adalah satu prinsip bahwa pemerintahan pusat maupun daerah itu bekerja atau melakukan kegiatannya berdasarkan undang-undang. Jika sudah berdasarkan undang undang satu organisasi sudah dinyatakan di bubarkan, maka pemerintah dibawahnya harus mentaatinya.

 

“Malam ini sudah diakui langsung oleh Walikota Bogor, bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor taat dan mendukung terbitnya PERPPU, jadi semua perdebatan tentang dakwah individu kader HTI sudah selesai. Saya sudah membantah apologi tentang berdakwah, saya katakan dengan menggunakan asas legalitas maka tidak boleh ada kegiatan untuk kader-kader mantan anggota HTI, yang kemudian masih mensosialisasikan prinsip-prinsip ideologinya. Ingat ! Ideologi itu tidak akan mati, yang di bubarkan organisasinya dan ideologi itu tetap ada di dalam jiwa. Ketika seorang bergerak, maka ideologinya akanbergerak juga, mah inilah yang harus dijaga. Karena, manusia itu makhlus politik dan ideologis,” bebernya.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor, Jumat 26 April 2024

 

Oleh karena itu, lanjut Sugeng, kemungkinan yang terkecil sekalipun seperti dakwah, dahwah seperti apa ? Jika itu dari mantan HTI sebaiknya jangan dahulu, apa iyaa memang tidak ada lagi umat islam yang bukan dari organisasi yang memang tidak bermasalah. Jadi marilah pemerintah menjaga supaya tidak memberi ruang. Pemerintah tidak boleh memberi ruang, jika untuk individunya itu pasti akan bekerja dan itu wajar. “Tetapi disini peran pemerintah jangan sampai pemkot nanti lemah, maka masyarakat psda posisi yang derajat horizontal akan terjadi pergesekan dan itulah yang dimaksud ruang tersebut harus di tutup,” ujarnya.

 

Pasca dibubarkannya organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia oleh Pemerintah beberapa waktu lalu, akhirnya segala aktivitas mengatasnamakan HTI dilarang oleh Pemerintah, termasuk dakwah.

 

Menanggapi hal tersebut, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Bogor, Rachmat Imron Hidayat, mengaku setuju apa yang sudah diputuskan oleh pemerintah, bahkan dirinya akan terus memantau pergerakan HTI, khususnya di Kota Bogor.

 

“Sebetulnya itu, kewenangan aparat penegak hukum, karena yang menjalankan undang-undang Perpu adalah kepolisian dan kita akan ikut pantau jalannya Perpu tersebut. Bila anggota kami menukan ada eks HTI melakukan dakwah yang berbau khilafah, ya kita akan melaporkan dan koordinasi dengan pihak yang berwenang,” jelasnya.

 

Romi sapaan akrabnya itu menerangkan, terkait dakwah tadi juga sudah dijelaskan oleh Komandan Densus 99 Banser didalam forum, bahwa dakwah itu cuma alibi mereka, padahal sebetulnya mereka itu menyiarkan tentang khilafah islamiyah. “Kita anggap mereka berdakwah, tapi ada gerakan politik (gerpol). Dari namanya saja HTI itu nama partai kebebasan,” tegasnya.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================