Oleh Heru B. Setyawan

(Ketua Divisi Literasi Ikatan Guru Indonesia Kota Bogor & Sahabat Baznas Pusat)

            Ini kisah nyata yang kualami pada kegiatan Wisata Ilmiah sekolahku di Gunung Bromo dan Malang selama lima hari, pada pertengahan mei 2017. Sebagai seorang guru pendamping peserta didik pada kegiatan ini, saya tetap berusaha untuk semangat dan ceria mendampingi mereka, meski dalam keadaan haus dan lapar, karena kehabisan uang saku.

Ceritanya begini, mau berangkat ke Bromo saya seperti biasa pamit sama istri dan anak-anak. Tanpa sepengetahuan istri, anak pertamaku minta uang untuk membayar Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebesar enam ratus ribu rupiah, sementara uang saku saya tujuh ratus ribu rupiah. Sehingga uang di dompetku tinggal seratus ribu rupiah.

Kemudian anak saya yang kedua minta uang saku untuk kegiatan Pramuka sebesar Rp. lima puluh ribu rupiah. Jadi uang saya tinggal lima puluh ribu rupiah. Coba pembaca yang budiman bayangkan lima hari bepergian di luar kota hanya bawa uang lima puluh ribu rupiah, luar biasa bukan!

Saya sengaja tidak minta uang pada istri, saya juga tidak pinjam pada teman, kalau pinjam Insyaallah diberi, para rekan guru juga menyangka saya punya uang karena dapat uang saku dari sekolah, sementara ATM selama ini yang bawa bidadariku tercinta. Bismilah saya ke Gunung Bromo dan sekitarnya hanya bawa uang saku lima puluh ribu rupiah.

Selama hari selasa sampai jum’at siang saya tenang-tenang saja, karena makanan dan minuman terjamin dari Hotel dan Even Organiser (EO). Tapi yang namanya berwisata, apalagi berjarak jauh dan lamanya lima hari, pasti kita juga pingin beli makanan lain, selain yang didapat dari pihak panitia. Dan sudah menjadi tradisi untuk beli oleh-oleh untuk keluarga tercinta di rumah.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sayur Lodeh Kikil untuk Menu Lezat Penambah Napsu Makan

Disinilah penulis mulai merasakan nikmatnya lapar. Uang lima puluh ribu rupiah hanya keluar untuk beli topi hangat dan sarung tangan ciri khas barang di gunung Bromo yang terkenal dingin seharga tiga puluh ribu rupiah dan pipis ke toilet selama perjalanan sepuluh ribu. Sehingga uang saku saya tinggal sepuluh ribu rupiah.

Sejak hari selasa saya tidak keluar uang sama sekali, pipis di toilet stasiun Senin gratis. Sambil menunggu kereta berangkat dan jatah makanan dari panitia belum datang, para murid dan rekan guru pada beli makanan ringan, bakso, ayam goreng, minuman dingin dan lain-lain, saya hanya bisa melihat serta merasakan lapar.

Betapa nikmatnya saya makan siang dan malam dapat jatah dari panitia sewaktu di kereta, perjalanan kereta Jakarta-Malang ditempuh selama senam belas jam. Selama dalam perjalanan karena saya tidak punya uang,  lebih banyak saya gunakan untuk dzikir dan tidur. Rabu pagi menjelang sampai Malang, betapa nikmatnya rekan guru memberi roti, indomi rebus dan teh hangat manis sebelum jatah makan dari panitia ada.

Singkat cerita, rombongan akan kembali ke Jakarta jum’at sore dan sampai Jakarta sabtu siang. Betapa kagetnya saya, setelah melihat jadwal agenda perjalanan, ternyata jatah makan terakhir dari panitia adalah makan siang hari jum’at, sedang makan malam hari jum’at dan makan pagi hari sabtu adalah masing-masing peserta makan sendiri.

BACA JUGA :  Menu Bekal dengan Nasi Goreng Ayam Teriyaki yang Simple Tapi Lezat

Maka saya tidak makan malam hari jum’at dan tidak makan pagi (sarapan) hari sabtu, sungguh penulis merasakan nikmatnya lapar. Seperti yang pernah diucapkan oleh Aher (Ahmad Heryawan) Gubernur Jawa Barat. Pernah beliau mengatakan dalam sebuah ceramah ramadhan,”Bahwa puncak lapar adalah nikmat,” ujarnya. Pada kurun waktu jumat malam sampai sabtu siang, penulis hanya makan sepotong pia pada malam hari dan sepotong snack pemberian rekan guru dan murid.

Mengapa lapar itu nikmat, karena sewaktu lapar kita jadi ingat sewaktu enaknya makan, rasa lapar juga akan menambah nikmat jika kita akan makan, setelah bertemu makanan. Dan sewaktu puasa, rasa lapar dan tidak nyaman, yaitu badan kita terasa panas, itu tanda racun- racun yang ada di tubuh kita sedang dibakar oleh enzim, sehingga tubuh kita jadi sehat. Rosulullah juga pernah merasakan kelaparan beberapa hari, sampai perutnya diganjal dengan batu dan akhirnya diketahui oleh para sahabatnya.

Terima kasih ya Allah SWT, telah Kau training dan Kau beri banyak hikmah hamba untuk merasakan nikmatnya lapar. Dengan kejadian ini banyak hikmah yang penulis dapatkan. Diantaranya berlatih kesabaran, berlatih tidak gampang mengeluh, berlatih tidak gampang hutang pada teman, berlatih tidak gampang curhat pada teman, berlatih puasa karena kejadian tersebut sebulan menjelang puasa ramadhan dan berlatih bersyukur. Karena masih banyak diantara kita yang sehari mungkin hanya makan sekali. Semoga dengan takdir Allah ini penulis dan para pembaca yang budiman lebih peduli pada kaum duafa yang sering merasakan kelaparan. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================