JAKARTA TODAY- Pegiat media sosial Nukman Luthfie menyatakan masyarakat Indonesia terbelah dua di dunia maya. Nukman menyatakan hal itu berdasarkan analisis percakapan di media sosial.

Nukman melihat tren polarisasi opini mulai terjadi di pemilihan Gubernur DKI 2012 antara Calon Gubernur Joko Widodo dan Fauzi Bowo. Ketegangan mulai menguat sejak pemilihan presiden 2014 dan memuncak di pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun ini. “Di media sosial kita terbelah dua. Masing-masing pihak saling menuding lawannya menyebarkan hoax,” kata Nukman di sebuah diskusi Bedah Fatwa MUI di Galeri Nasional, Jakarta, Jumat (9/6).

Dari pengamatannya, masyarakat belakangan menikmati konten opini ketimbang berita yang terverifikasi. Ia mencontohkan bagaimana situs opini Seword yang dibaca lebih banyak orang daripada media online. Namun Seword hanya satu dari sekian banyak situs opini dari yang dimaksud.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Ayam Goreng Madu yang Praktis dan Lezat

Situs yang kerap menyebarkan opini ini menurut Nukman jadi bermasalah karena tulisan opini itu dianggap sebagai kebenaran sehingga banyak yang berlomba-lomba membagikannya ke orang lain.

“Padahal mereka itu lebih sulit dimintai pertanggjawabannya ketimbang media mainstream,” kata Nukman.

Untuk membuktikan klaimnya, Nukman melakukan riset sederhana melalui kata kunci di mesin pencari. Nukman memakai kata kunci “Indosat”, ” Jokowi”, dan “Pancasila” di mesin pencari Google. Hasilnya, muncul sejumlah situs opini di lima besar hasil pencarian.

Pengamatannya juga menyebutkan bahwa media sosial telah menjadi sumber informasi utama bagi sebagian masyarakat, bersaing dengan media tradisional seperti televisi.

BACA JUGA :  Resep Membuat Donburi Ayam Krispi untuk Menu Makan Andalan Keluarga

Bahkan survei Nielsen pada kuartal I 2015 lalu sudah menunjukkan mayoritas generasi Z yang berumur 15-20 tahun memilih media sosial sebagai sumber informasi primer.

Dalam sehari, Nukman menemukan rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 3 jam 16 menit. Angka itu termasuk besar untuk populasi Indonesia yang kurang dari setengahnya belum terpapar internet.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai penggunaan media sosial diyakini bakal menghambat laju situs opini yang berisi ujaran kebencian ataupun dampak negatif lainnya. Pemerintah sendiri menganggap fatwa tersebut melengkapi batas yang mereka tetapkan secara hukum.

“Fatwa itu melengkapi peraturan yang sedang dibuat dan yang sudah ada. Saya yakin bisa efektif,” aku Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di tempat yang sama.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================