DEPOK TODAY- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengeluhkan banyak dosen dan profesor di Indonesia yang malas melakukan penelitian. Hal itu terlihat dari minimnya jumlah jurnal ilmiah yang dikeluarkan universitas di Indonesia.

“Indonesia jauh tertinggal dari negara lain. Jangankan dunia, di ASEAN (Asia Tenggara) saja tertinggal,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset Ali Gufron Mukti di Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, Depok, kemarin.

Ia menuturkan jurnal ilmiah internasional universitas di Indonesia yang dipublikasi baru 5.499. Sedangkan negara tetangga Malaysia sudah mencapai 25.350 jurnal ilmiah, universitas di Singapura 17.200 jurnal ilmiah, Thailand 12 ribu jurnal ilmiah, yang dipublikasi secara internasional. “Jurnal ilmiah Malaysia lebih banyak dari Singapura karena dosennya lebih banyak. Namun kenapa Indonesia yang dosennya jauh lebih banyak dari Malaysia, apalagi Singapura, hasilnya sedikit,” ucapnya.
Untuk mendongkrak kuantitas dan kualitas jurnal ilmiah, kementerian mengeluarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2017 tentang Penelitian. Setiap profesor dan rektor kepala diwajibkan menulis jurnal ilmiah yang bisa dipublikasi di tingkat internasional.

“Tujuannya bukan untuk menang-menangan atau untuk ranking-rankingan. Indonesia mempunyai potensi besar, tapi belum dieksplorasi,” ucapnya. “Selama ini, banyak dosen yang dalam tanda kutip ‘masih tidur dan belum bangun’ untuk meneliti dan menulis.”

Menurutnya, selama ini, para dosen malas melakukan penelitian dan hanya mau mengajar. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri tersebut, diharapkan dapat mendorong membangun atmosfer akademik dan iklim ilmiah di universitas.

“Agar profesor meneliti, dengan adanya rumah sakit perguruan tinggi negeri, diharapkan suasana akademik itu terbangun,” ucapnya.

Terutama, kata dia, penelitian di bidang kesehatan yang perlu harus melakukan inovasi. Sebab, di bidang kesehatan, 95 persen alat kesehatan yang digunakan di Indonesia masih impor.

Dengan adanya penelitian, diharapkan banyak alat kesehatan yang bisa dipakai sendiri. “Kalau produksi sendiri biaya bisa lebih murah. Kemudian bisa berkontribusi untuk negara, bahkan kalau bisa diekspor,” ucapnya.

Wakil Dekan Bidang Akademik, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono mengatakan peneliti merupakan nyawa suatu negara. “Semua yang dihasilkan di bidang apa pun merupakan hasil penelitian,” katanya.

Mulai tahun ini, pihaknya menerapkan aturan agar setiap dosen di FKUI melakukan penelitian. Tujuannya, agar karya ilmiah dan penemuan di bidang kesehatan semakin banyak ditemukan. “Dosen sekarang sudah diwajibkan melakukan penelitian dan membuat jurnal ilmiah, baik nasional maupun internasional,” ujarnya.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================