JAKARTA TODAY- Beberapa aktivis Perempuan Antikorupsi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan dukungannya untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini sedang mendapat banyak tekanan dari berbagai pihak dalam pengusutan kasus-kasus korupsi.

Para aktivis perempuan tersebut antara lain mantan panitia seleksi pimpinan KPK, Betty Alisjahbana, penulis novel Okky Madasari, anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Laola Easter, serta beberapa aktivis lain dari berbagai kalangan. “Saya kira KPK membutuhkan dukungan dari masyarakat luas, maka kami mendorong masyarakat agar ikut serta memperkuat pemberantasan korupsi,” tutur Betti di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu(23/4).

Para aktivis perempuan merasa banyak tekanan dari berbagai pihak yang merujuk kepada pelemahan KPK. Tekanan yang dimaksud berupa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan serta rencana DPR yang ingin menggulirkan hak angket kepada KPK. Oleh karenanya, mereka menyuarakan tiga hal dalam rangka memberi dukungan kepada KPK. Pertama, meminta Presiden Joko Widodo agar segera membentuk Tim Pencari Fakta kasus teror terhadap Novel Baswedan. Menurut para aktivis, tim pencari fakta itu perlu dibentuk agar dalang atau aktor utamanya dapat diketahui. Tidak hanya orang atau eksekutor yang melakukan penyiraman kepada saja.

BACA JUGA :  Nahas, Diduga Tersambar Petir, Warga Agam Sumbar Ditemukan Tewas dalam Kondisi Gosong

“Presiden Jokowi harus memberi perhatian kepada masalah ini dengan penyelidikan yang dilakukan oleh orang-orang terbaik,” tutur Betti.

Kedua, meminta KPK untuk menyelidiki kasus yang menimpa Novel Baswedan dengan menggunakan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Para aktivis menyepakati hal ini karena pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi penyidikan tipikor dapat dikenai hukuman penjara.

BACA JUGA :  Sejarah Baru, Timnas Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U-23

Ketiga, meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar membatalkan rencana hak angket kepada KPK. Menurut mereka, hak angket hanya patut digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berdampak luas di masyarakat.

“Hak angket lebih tepat diajukan oleh DPR terhadap kebijakan pemerintah, bukan institusi lain di luar pemerintah seperti KPK,” menurut keterangan tertulis para aktivis.

Para aktivis perempuan menganggap upaya pelemahan KPK sama saja dengan pelemahan kepada masyarakat luas, karena uang yang dikorupsi merupakan masyarakat yang dibayar melalui pajak. Masyarakat tentu tidak ingin jika kasus penyalahgunaan uang mereka tidak selesai hingga ke akarnya.

“Bagi saya penyerangan kepada Novel tidak hanya serangan kepada penyidik KPK, tapi juga teror kepada masyarakat secara keseluruhan,” kata Okky.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================