BOGOR TODAY- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan untuk mengatur kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk perdagangan unggas. Pasalnya, selama ini sejumlah peternak menderita kerugian lantaran ketidakseimbangan harga jual mulai dari bibit ayam atau day old chicken (DOC), daging ayam, telur, hingga pakan ternak.

Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, mengatakan penetapan HET tersebut bertujuan untuk menjaga harga komoditas unggas mulai dari hulu hingga hilir. “Sehingga, biaya produksi bagi peternak harga lebih terkontrol lewat adanya penetapan HET,” ujar Syarkawi, dalam keterangan tertulis, Kamis (6/4/2017).

Ia mencontohkan, saat ini biaya produksi ayam broiler mencapai Rp 18.000 per ekor. Tingginya ongkos produksi ini, salah satunya didorong mahalnya harga pakan ayam maupun bibit ayam. Sayangnya, beban biaya yang tinggi itu tidak sebanding dengan harga daging ayam, yakni Rp 14.000 hingga Rp 16.000 per ekor di tingkat peternak. Oleh karena itu, untuk menghindari kerugian peternak rakyat yang lebih banyak pemerintah seharusnya segera menerbitkan kebijakan HET.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Terus Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Kesiapsiagaan Bencana

Syarkawi yakin, kebijakan HET akan menjamin kepastian usaha bagi peternak rakyat. Selain itu, regulasi ini juga akan mereduksi broker yang selama ini memegang peran penting dalam pengaturan perdagangan ayam dan telur. Sehingga, pemerintah dan Polri juga diharapkan bisa bekerja sama untuk memberantas broker berdasarkan ketetapan harga acuan ini.

KPPU juga akan memantau harga jual tiga komoditas pangan utama berupa gula pasir, minyak goreng, dan daging sapi. Di mana, dalam Permendag disebutkan nilai HET untuk masing-masing produk, yakni gula Rp 12.500 per kg, minyak Rp 11.000 per kg, dan daging Rp 80.000 per kg.

BACA JUGA :  Menu Bekal dengan Telur Gulung Sayuran Andalan Keluarga Tercinta

Menurut Syarkawi, KPPU siap menindak pelaku usaha yang menjual produk tiga komoditas tersebut di atas harga eceran. “HET merupakan patokan harga yang sudah dianggap wajar dan telah dipastikan menguntungkan semua pihak. Sehingga, kalau masih ada perusahaan yang melanggar kami akan tindak sesuai dengan UU Nomor 5/1999,” kata dia.

Syarkawi juga mengapresiasi langkah distributor yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang telah menggelar Memorandum of Understanding (MoU) terkait kepastian harga jual di tingkat peritel dan konsumen. Ia yakin, kesepakatan yang berisi harga maksimal untuk gula, minyak, dan daging tidak akan memberatkan pengusaha.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================