JAKARTA, TODAY – Setiap orang memiliki pekerjaan masing-masÂing. Dalam keseharian, pekerjaan pun memiliki pengaruh terhadap kesehatan orang yang melakukan pekerjaan tersebut.
Seperti dirangkum detikHealth dari berbagai sumber, berikut ini cara pekerjaan yang dilakukan seÂseorang dapat berpengaruh pada kesehatan.
- Kerja shift malam bikin geÂmuk
Studi dalam Proceedings of the National Academy of Science of the United States of America menÂgungkapkan mereka yang rutin bekerja dengan shift malam, yang berarti ‹mengorbankan› jam tidur malamnya, memiliki pembakaran kalori yang lebih sedikit, dibandÂing mereka yang bekerja shift siang.
Peneliti menyebut akar pokok masalah kesehatan pada pekerja shift malam adalah terganggunya sistem metabolisme alami tubuh. Hal ini juga berlanjut pada terÂganggunya irama sirkadian pada tubuh. Pemimpin penelitian, Prof Kenneth Wright, mengatakan hasil studi ini kemungkinan diÂdapat karena bekerja dengan shift malam pada dasarnya bertentanÂgan biologi dasar tubuh kita.
“Jam biologis tubuh menuÂrut Prof Wright didesain untuk makan di siang hari dan istirahat di malam hari,†tuturnya.
- Pekerjaan yang memboÂsankan bisa tumpulkan otak
Studi uang dilakukan Florida State University mengatakan bahÂwa pekerjaan yang dirasa ‹memÂbosankan› atau kompleksitasnya rendah memberikan stimulasi yang minim untuk otak. Akibatnya dalam jangka panjang hal ini bisa mendorong penurunan fungsi kognitif otak.
Pemimpin studi ini, dr Joseph Grzywacz membuktikannya denÂgan melihat data 5.000 pekerja di Amerika Serikat. Masing-masing partisipan diukur kemampuan kognitif dan kualitas tempat kerÂjanya lalu dicocokkan kembali setelah beberapa waktu.
Hasilnya partisipan dengan peÂkerjaan kompleks, ditandai denÂgan kebutuhan untuk memecahÂkan masalah-masalah baru dan belajar kemampuan baru, memiÂliki kemampuan kognitif otak yang lebih baik.
- Jenis pekerjaan berkaitan dengan risiko serangan jantung
Sebuah penelitian di Amerika Serikat mengaitkan jenis pekerÂjaan dengan risiko serangan janÂtung. Diketahui, orang-orang yang bekerja di bidang penjualan paling rentan mengalami salah satu peÂnyakit paling mematikan tersebut.
Kelompok usia 45 tahun ke atas yang bekerja di bidang penjualan, kantor, dan jasa layanan makanan disebut paling rentan mengalami stroke dan serangan jantung. SeÂlain itu, 68 persen pekerja di biÂdang penjualan dan administraÂtive support punya pola makan yang buruk. Bahkan 69 persen peÂkerja di bidang penjualan punya kadar kolesterol yang tinggi.
“Makin kecil jumlah faktor risiko kardiovaskular, makin mudah untuk memprediksi keÂsehatan mereka di masa depan, termasuk kematian dini, penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginÂjal,†kata Captain Leslie MacDonÂald dari US Public Health Service yang memimpin penelitian ini.
- Diperlakukan adil, karyÂawan lebih sehat dan produktif
Penelitian yang dilakukan pada lebih 5.800 orang yang bekerja di Swedia menyelidiki tentang persepsi keadilan pada prosedur kerja seperti gaji, promosi, banÂyaknya tugas dan imbalan, serta dampaknya kepada kesehatan karyawan. Dari hasil studi, dapat disimpulkan ketika persepsi karyÂawan tentang keadilan berubah, kesehatan mereka juga mengalaÂmi perubahan.
Salah satu peneliti dari StockÂholm University, Dr Constanze Eib mengatakan studinya bisa membantu meingkatkan kesadaÂran di kalangan pengusaha dan penguasa bahwa keadilan dapat meningkatkan kesehatan pekerja. Jika karyawan sehat, tentunya produktivitas, kesejahteraan dan kepuasaan akan meningkat.
«Temuan ini sekaligus menÂegaskan bahwa keadilan di tempat kerja merupakan aspek penting dari lingkungan kerja psikososial. Hal ini ditunjukkan dengan meÂningkatnya kesehatan karyawan di perusahaan yang merasa lebih adil untuk urusan gaji, promisi, tuÂgas, serta imbalan,» katanya.
- Atasan banyak mau, karyÂawan berisiko terkena diabetes
Sebuah studi dari Jerman menÂemukan pekerja dengan atasan yang banyak mau tak hanya muÂdah terserang stres, tapi juga rentÂan mengidap diabetes tipe 2, bahÂkan bila ia sebenarnya orang yang sehat atau tidak memiliki faktor risiko sakit gula sekalipun.
“Kami kira tekanan kerja yang tinggi akan membuat gaya hidup seseorang cenderung berubah, karena mereka akan ‹melampiÂaskannya› dengan merokok atau makan makanan yang tak sehat. Namun ternyata bukan begitu,†kata peneliti, Karl-Heinz Ladwig.
Bahkan, Ladwig merasa heran ketika menemukan pekerja yang stresnya tinggi namun tak bisa menentukan sendiri kapan pekerÂjaan mereka harus diselesaikan malah rentan terserang diabetes, terutama diabetes tipe 2.
Bagi Halaman