HARI anak yang baru saja diperingati
tanggal 23 Juli setiap tahun menjadi momen
bagi kita untuk memikirkan nasib anak kita.
Anak-anak kedepannya dipastikan stress
karena hilangnya ruang hijau dan lahan
sebagai tempat mereka bermain. Anakanak
kini sulit mendapatkan tempat untuk
bermain bersama dengan teman sebaya.
Perumahan dan bangunan kota sudah
sangat padat. Bermain disekitar perumahan
perkotaan dikhwatrikan akan mengganggu
tetangga. Ditambah lagi dengan tetangganya
yang tertutup.
Oleh: BAHAGIA, SP., MSC.
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan IPB
dan Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor
Anak-anaknyapun tidak diperkenanÂkan untuk bermain bersama dengan teman-temannya. KeÂcerdasan anak dipastikan akan terancam. Menata ruang ekoloÂgis seperti menyediakan lahan dan ruang terbuka hijau baik pepohonan dan rerumputan unÂtuk tempat bermain. Ruang ini sebagai wahana pendidikan ekolÂogis dan pendidikan secara sosÂial. Secara ekologis, anak-anak yang terbiasa bermaian dengan alam akan tumbuh dan berkemÂbang secara baik.
Mereka dengan bebas berÂmain apa saja diruang terbuka hijau. Dulu anak-anak jika mau main patuk lele maka haruslah ada tempat bermain. Mau main petak umpet juga harus ada ruÂang. Termasuk ruang ekologis didepan rumah, lapangan bola, lapangan tenis, dan gang-gang rumah. Kini gang rumah hamÂpir tidak ada, kalau ada menjadi jalan rumah dan jalan raya. JaÂlan tadipun akhirnya berbahaya buat anak untuk bermain. MaÂsalah ekologis tadi mempersemÂpit interaksi anak dengan teman-teman sebayanya.
Mempersempit hubungan anak dengan orang dewasa. Anak yang lebih muda bertemu dengan anak yang lebih dewaÂsa akan turut mempengaruhi perkembangannya. Disana perÂtukaran pengetahuan antara yang dewasa dan anak-anak. DisÂana pula pertukaran kepandaian sehingga anak menjadi dewasa. Disana pula anak bisa menyeleÂsaikan masalah karena ada saja anak-anak yang egosi terhadap anak yang lain. Anak-anak tadi akan membela temannya. TeÂman yang lainnya akan mendaÂmaikannya.
Anak-anak akan merasakan kerjasama karena permainan langsung dialami. Membutuhkan kerja otot dan kerja otak. Saat kerja otot dan kerja otak tidak bersama maka kepandaian anak akan pincang. Anak-anak tumÂbuh dengan otak dengan IQ yang tinggi. Mislkan IQ 200 namun satu sisi anak-anak tadi akan miÂnus kepandaian sosial. Akhirnya anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang kurang berjiwa sosial. Akar masalah anak tidak akrab antara satu dan yang lain karena anak-anak tadi tidak bertemu pada ruang terbuka hijau dan laÂhan kosong untuk bermain.
Kepedulian sosial, kerjasama sosial, dan keakraban akan seÂmakin minus karena masalah ini. Selain lahan yang harus diÂperhatikan. Perhatikan juga keÂberadaan ekosistem berair. EkoÂsistem sungai dan danau serta rawa harusnya menjadi tempat bagi anak-anak untuk melihat keragaman hewan sungai dan danau serta rawa. Ruang ekoÂsistem juga menjadi korban dan banyak dari ekosistem tadi diÂtutup dengan bangunan. Ruang ekologis tadi ahkhirnya habis dan merampas hak anak untuk bermain.
Secara langsung, dengan sempitnya ruang publik tadi membuat bencana ekologis maÂkin banyak. Disamping itu, anak-anak kini yang tidak berinteraksi dengan ekologis secara langsung akan mengurangi kecintaannya terhadap alam. Ia tidak merasa alam tempatnya bermain sehingÂga ia tidak punya pengetahuan yang cukup untuk mengetahui fungsi ekologis. Kenyataan itu akan menghasilkan manusia yang tidak peduli ekologis. ReÂgenerasi cinta ekologis tidak terÂwujud akhirnya anak-anak cendÂerung perusak secara ekologis.
Kepedulian ekologis dan keÂsadaran serta perilaku ekologis makin jauh dari anak-anak itu kini. Kecintaannya terhadap reÂrumputan dan pepohonan juga semakin minus. Ia tidak merasa kalau pohon dan rerumputan tadi turut membuatnya nyaman bermain bersama dengan teÂman-temannya. Secara langsung perilaku anak menjadi perilaku ramah ekologis sulit pula tercaÂpai. Kerusakan ekologispun maÂkin sulit diatasi.
Kawasan ruang terbuka hijau dan lahan kosong sebagai tempat resapan air, daerah penghasil oksigen, daerah penyelamat air, dan daerah untuk menetralkan gas emisi kaca karena ruang hiÂjau tadi menetralkan pencemaÂran. Dengan minimnya ruang tadi akhirnya air kita semakin langka, oksigen tidak lagi segar, kurang subur tanah, banjir dan kekeringan. Itulah efeknya karena kita tidak menyediakan ruang hijau dan lahan kosong untuk anak-anak sebagai tempat bermain. Disamping masalah ekologis. Anak-anak kini dihaÂdapkan dengan tekologi canggih internat. Semua ada di internet. Permainan apapun kini ada didÂunia digital. Akhirnya anak-anak lebih seneng dengan permaiana digital dibandingkan dengan berÂmaian langsung.
Secara langsung akan memuÂnahkan permaianan tradisonal dan secara langsung membuat anak rawan masalah pornografi dan lain-lain. Internet sumber ilmu pengetahuan namun bagi anak-anak juga berbahaya. Anak-anak yang secara langsung meÂlihat gambar-gambar tidak baik akan melihatnya juga. Sekali tidak mungkin lain kali ia. Bermula saat ruang terbuka hijau dan lahan kosong sempit maka kecerdasan anak tidak akan berkembang.
Ruang ekologis tadi memÂberikan gerakan kepada anak seÂcara fisik. Mereka bermain bersaÂma. Mereka akan bermaian bola dan bermain patuk lele pada saat ruang terbuka hijau masih menÂcukupi untuk mereka. Lapangan bola, gang-gang rumah, halaman rumah harusnya diperhatikan. Untuk mengatasi masalah ini. Ada beberap hal yang harus diÂlakukan. Pertama, perusahaan besar perumahan dan perumaÂhan BUMN harus menyediakan ruang terbuka hijau sebagai temÂpat bermaian anak.
Jangan semua lahan diperÂgunakan untuk rumah demi kepentingan meraup untung seÂbanyak mungkin. Kini sulit memÂbedakan mana dinding kita denÂgan tetangga. Lahan yang minim setidaknya juga jangan mengorÂbankan kepentingan anak. Anak akan bermain pada ruang yang masih tersedia. Sekaligus aktiÂvitas itu termasuk kepedulian perusahaan properti terhadap air, tanah dan udara. Kedua, ijin usaha penggunaan lahan harus dibatasi. Kini ijin untuk perusaÂhaan perumahan sudah sangat mudah. Sedikit saja ada lahan kosong sudah menjadi inceran para pembisnis.
Ketiga, pemerintah daerah harusnya mewajibkan setiap desa atau suatu wilayah tertenÂtu untuk menyediakan ruang bermaian anak. Ruang bermain anak ini harus didesign agar seÂbagai wahana pendidikan bagi anak. Tanami dengan pohon buah-buahan sehingga anak-anak akan merasakan hasil dari pohon buah. Tanamai juga denÂgan buang-bunga yang indah seÂhingga mengundang anak-anak untuk bermain disana.
Kini tidak setiap desa punya alun-alun desa. Keempat, tumÂbuhkan perilaku bermaian anak pada lingkungan yang masih terÂsisa. Batasi penggunaan internet dirumah dan gadget sehingga memotivasi anak untuk bermain pada ruang kosong. Kelima, gerÂakan penanaman pepohonan pada setiap sekolah dan lemÂbaga pendidikan. Dengan cara itu anak-anak akan tahu dan mengerti manfaat dari menanam pohon. Anak langsung yang disuÂruh untuk menanam pepohonan sehingga tumbuh perilaku ekoloÂgis pada anak. (*)
Bagi Halaman