Untitled-24HARI anak yang baru saja diperingati
tanggal 23 Juli setiap tahun menjadi momen
bagi kita untuk memikirkan nasib anak kita.
Anak-anak kedepannya dipastikan stress
karena hilangnya ruang hijau dan lahan
sebagai tempat mereka bermain. Anakanak
kini sulit mendapatkan tempat untuk
bermain bersama dengan teman sebaya.
Perumahan dan bangunan kota sudah
sangat padat. Bermain disekitar perumahan
perkotaan dikhwatrikan akan mengganggu
tetangga. Ditambah lagi dengan tetangganya
yang tertutup.

 

 

 

 

 

Oleh: BAHAGIA, SP., MSC.
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan IPB
dan Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor

Anak-anaknyapun tidak diperkenan­kan untuk bermain bersama dengan teman-temannya. Ke­cerdasan anak dipastikan akan terancam. Menata ruang ekolo­gis seperti menyediakan lahan dan ruang terbuka hijau baik pepohonan dan rerumputan un­tuk tempat bermain. Ruang ini sebagai wahana pendidikan ekol­ogis dan pendidikan secara sos­ial. Secara ekologis, anak-anak yang terbiasa bermaian dengan alam akan tumbuh dan berkem­bang secara baik.

Mereka dengan bebas ber­main apa saja diruang terbuka hijau. Dulu anak-anak jika mau main patuk lele maka haruslah ada tempat bermain. Mau main petak umpet juga harus ada ru­ang. Termasuk ruang ekologis didepan rumah, lapangan bola, lapangan tenis, dan gang-gang rumah. Kini gang rumah ham­pir tidak ada, kalau ada menjadi jalan rumah dan jalan raya. Ja­lan tadipun akhirnya berbahaya buat anak untuk bermain. Ma­salah ekologis tadi mempersem­pit interaksi anak dengan teman-teman sebayanya.

Mempersempit hubungan anak dengan orang dewasa. Anak yang lebih muda bertemu dengan anak yang lebih dewa­sa akan turut mempengaruhi perkembangannya. Disana per­tukaran pengetahuan antara yang dewasa dan anak-anak. Dis­ana pula pertukaran kepandaian sehingga anak menjadi dewasa. Disana pula anak bisa menyele­saikan masalah karena ada saja anak-anak yang egosi terhadap anak yang lain. Anak-anak tadi akan membela temannya. Te­man yang lainnya akan menda­maikannya.

Anak-anak akan merasakan kerjasama karena permainan langsung dialami. Membutuhkan kerja otot dan kerja otak. Saat kerja otot dan kerja otak tidak bersama maka kepandaian anak akan pincang. Anak-anak tum­buh dengan otak dengan IQ yang tinggi. Mislkan IQ 200 namun satu sisi anak-anak tadi akan mi­nus kepandaian sosial. Akhirnya anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang kurang berjiwa sosial. Akar masalah anak tidak akrab antara satu dan yang lain karena anak-anak tadi tidak bertemu pada ruang terbuka hijau dan la­han kosong untuk bermain.

BACA JUGA :  BERGERAK BERSAMA, MELANJUTKAN MERDEKA BELAJAR

Kepedulian sosial, kerjasama sosial, dan keakraban akan se­makin minus karena masalah ini. Selain lahan yang harus di­perhatikan. Perhatikan juga ke­beradaan ekosistem berair. Eko­sistem sungai dan danau serta rawa harusnya menjadi tempat bagi anak-anak untuk melihat keragaman hewan sungai dan danau serta rawa. Ruang eko­sistem juga menjadi korban dan banyak dari ekosistem tadi di­tutup dengan bangunan. Ruang ekologis tadi ahkhirnya habis dan merampas hak anak untuk bermain.

Secara langsung, dengan sempitnya ruang publik tadi membuat bencana ekologis ma­kin banyak. Disamping itu, anak-anak kini yang tidak berinteraksi dengan ekologis secara langsung akan mengurangi kecintaannya terhadap alam. Ia tidak merasa alam tempatnya bermain sehing­ga ia tidak punya pengetahuan yang cukup untuk mengetahui fungsi ekologis. Kenyataan itu akan menghasilkan manusia yang tidak peduli ekologis. Re­generasi cinta ekologis tidak ter­wujud akhirnya anak-anak cend­erung perusak secara ekologis.

Kepedulian ekologis dan ke­sadaran serta perilaku ekologis makin jauh dari anak-anak itu kini. Kecintaannya terhadap re­rumputan dan pepohonan juga semakin minus. Ia tidak merasa kalau pohon dan rerumputan tadi turut membuatnya nyaman bermain bersama dengan te­man-temannya. Secara langsung perilaku anak menjadi perilaku ramah ekologis sulit pula terca­pai. Kerusakan ekologispun ma­kin sulit diatasi.

Kawasan ruang terbuka hijau dan lahan kosong sebagai tempat resapan air, daerah penghasil oksigen, daerah penyelamat air, dan daerah untuk menetralkan gas emisi kaca karena ruang hi­jau tadi menetralkan pencema­ran. Dengan minimnya ruang tadi akhirnya air kita semakin langka, oksigen tidak lagi segar, kurang subur tanah, banjir dan kekeringan. Itulah efeknya karena kita tidak menyediakan ruang hijau dan lahan kosong untuk anak-anak sebagai tempat bermain. Disamping masalah ekologis. Anak-anak kini diha­dapkan dengan tekologi canggih internat. Semua ada di internet. Permainan apapun kini ada did­unia digital. Akhirnya anak-anak lebih seneng dengan permaiana digital dibandingkan dengan ber­maian langsung.

BACA JUGA :  APA ITU PATOLOGI ANATOMIK (PA)

Secara langsung akan memu­nahkan permaianan tradisonal dan secara langsung membuat anak rawan masalah pornografi dan lain-lain. Internet sumber ilmu pengetahuan namun bagi anak-anak juga berbahaya. Anak-anak yang secara langsung me­lihat gambar-gambar tidak baik akan melihatnya juga. Sekali tidak mungkin lain kali ia. Bermula saat ruang terbuka hijau dan lahan kosong sempit maka kecerdasan anak tidak akan berkembang.

Ruang ekologis tadi mem­berikan gerakan kepada anak se­cara fisik. Mereka bermain bersa­ma. Mereka akan bermaian bola dan bermain patuk lele pada saat ruang terbuka hijau masih men­cukupi untuk mereka. Lapangan bola, gang-gang rumah, halaman rumah harusnya diperhatikan. Untuk mengatasi masalah ini. Ada beberap hal yang harus di­lakukan. Pertama, perusahaan besar perumahan dan peruma­han BUMN harus menyediakan ruang terbuka hijau sebagai tem­pat bermaian anak.

Jangan semua lahan diper­gunakan untuk rumah demi kepentingan meraup untung se­banyak mungkin. Kini sulit mem­bedakan mana dinding kita den­gan tetangga. Lahan yang minim setidaknya juga jangan mengor­bankan kepentingan anak. Anak akan bermain pada ruang yang masih tersedia. Sekaligus akti­vitas itu termasuk kepedulian perusahaan properti terhadap air, tanah dan udara. Kedua, ijin usaha penggunaan lahan harus dibatasi. Kini ijin untuk perusa­haan perumahan sudah sangat mudah. Sedikit saja ada lahan kosong sudah menjadi inceran para pembisnis.

Ketiga, pemerintah daerah harusnya mewajibkan setiap desa atau suatu wilayah terten­tu untuk menyediakan ruang bermaian anak. Ruang bermain anak ini harus didesign agar se­bagai wahana pendidikan bagi anak. Tanami dengan pohon buah-buahan sehingga anak-anak akan merasakan hasil dari pohon buah. Tanamai juga den­gan buang-bunga yang indah se­hingga mengundang anak-anak untuk bermain disana.

Kini tidak setiap desa punya alun-alun desa. Keempat, tum­buhkan perilaku bermaian anak pada lingkungan yang masih ter­sisa. Batasi penggunaan internet dirumah dan gadget sehingga memotivasi anak untuk bermain pada ruang kosong. Kelima, ger­akan penanaman pepohonan pada setiap sekolah dan lem­baga pendidikan. Dengan cara itu anak-anak akan tahu dan mengerti manfaat dari menanam pohon. Anak langsung yang disu­ruh untuk menanam pepohonan sehingga tumbuh perilaku ekolo­gis pada anak. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================