JAKARTA TODAY– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menutup kemung­kinan untuk memanggil paksa mantan petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro terkait dengan kasus dugaan suap dua kasus yang berkaitan dengan grup bisnis tersebut.

Pelaksana Harian Kebiro Humas KPK Yuyuk Andrati mengatakan, KPK tidak me­nutup kemungkinan akan memanggil paksa Eddy untuk memberi keterangan terkait suap di Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat. Pasalnya, dalam panggilan pemeriksaan keti­ga hari ini, Eddy belum ter­lihat di Gedung KPK. “Eddy Sindoro pemanggilan ketiga kali setelah sebelumnya 20 Mei 2016 dan 24 Mei 2016. Keputusan untuk panggil paksa sepenuhnya kewenan­gan penyidik,” ujar Yuyuk dalam pesan singkat, Senin (1/8/2016).

Yuyuk menuturkan, selain diduga terlibat, Eddy juga ditengarai mengetahui infor­masi seputar suap di Pengadi­lan Negeri Jakarta Pusat yang menyeret mantan Panitera Penggantinya, Edy Nasution. Selain Edy, pihak yang diduga terlibat dalam kasus itu ada­lah mantan petinggi perusa­haan anak usaha Grup Lippo Doddy Aryanto Supeno. “Dia (Eddy) sebagai saksi EN ditan­yai tentang peran dia dalam kasus yang ditangani PN Jak­pus dan komunikasi-komuni­kasi dia dengan,” ujarnya.

BACA JUGA :  Kebakaran Hangsukan Kapal Wisata Sea Safari 7 di Perairan Labuan Bajo

Sebelumnya, fakta per­sidangan dengan terdakwa Doddy menyebutkan bahwa Eddy Sindoro memerintah­kan salah satu stafnya, yakni Wresti Kristian Hesti untuk memberikan suap pada pan­itera PN Jakarta Pusat Edy Nasution melalui Doddy.

Suap sebesar Rp150 juta itu diberikan untuk menunda salinan putusan perkara dua anak usaha Lippo Group di PN Jakarta Pusat, yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) versus PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco), serta PT First Media melawan PT Across Asia Limited (AAL).

BACA JUGA :  Dipukuli Tetangga Pakai Balok Kayu, Kakek di Malang Tewas usai Dituduh Curi Motor

Diketahui PT MTP tak me­menuhi panggilan aanman­ing atau peringatan dari pengadilan untuk melaksana­kan putusan terkait perkara perdata dengan PT Kymco. Eddy Sindoro kemudian me­merintahkan Wresti mengu­payakan penundaan peman­ggilan tersebut.

Uang kemudian diperoleh dari Hery Soegiarto selaku Di­rektur PT MTP yang diberikan pada Edy melalui terdakwa di ruang bawah tanah Hotel Aca­cia pada Desember 2015.

Sementara itu, perkara PT AAL bermula dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan PT AAL pailit pada 7 Agustus 2015. Atas pu­tusan kasasi tersebut, PT AAL memiliki waktu 180 hari un­tuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun hingga batas akhir waktu tersebut, PT AAL tidak segera menga­jukan PK.(Yuska Apitya/net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================