Untitled-6Sidang lanjutan kasus dugaan mark up harga lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal Kota Bogor semakin terang mengenai status kematian dari Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong. Putra dari tuan tanah tersebut mengklaim bahwa ayah kandungnya telah meninggal dunia dirumahnya pada 22 Oktober 2015 silam. Apakah kesaksian tersebut benar?

Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]

Kesaksian Antonius Kawidjaja tersebut sontak membuat para Hakim dan Jak­sa Penuntut Umum ( JPU) bin­gung dan penasaran, karena pernyataan putra dari Ang­kahong itu berbeda dengan keterangan dari JPU melalui surat dakwaannya.

Dalam kesaksiannya, An­tonius mengatakan, pada tanggal 22 Oktober 2015 silam ayahnya meninggal dunia di­rumah pribadinya yang ber­lokasi di Gadog, Kabupaten Bogor pada malam hari. Ia bilang, sebelum meninggal, ayahnya pernah dirawat di Rumah Sakit Puri Indah, Jak­bar kurang lebih selama satu bulan.

“Papah itu meninggal tang­gal 22 Oktober 2015 di rumah. Awalnya sakit dulu selama satu bulan di rawat di RS Puri Indah Jakarta Barat,” buka Antonius ketika menjawab pertanyaan dari Majelis Ha­kim, di PN Tipikor Bandung, Rabu (27/7) lalu.

Pernyataan tersebut tentu berbeda dengan isi dari su­rat dakwaan JPU. Pada waktu sidang perdana, JPU men­gatakan, dinyatakan mening­galnya Angkahong berdasar pada surat kematian dari Rumah Sakit Sumber Waras yang dikeluarkan pada tang­gal 22 Oktober 2015 dan di­tandatangani Dr. Liana Sid­arta.

BACA JUGA :  Wajib Coba! Semur Ayam Saus Tiram yang Lezat untuk Menu Makan Bareng Keluarga

Tak hanya itu, dasar JPU mengatakan kematian Ang­kahong juga karena ada surat kematian No.474.3/03/X/2015 pada tanggal 23 Oktober 2015 dan dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah Pandan Sari, Rus­li Maksum.

Mendengar kesaksian itu, Penasehat Hukum Irwan Gu­melar, Adil Solihin Putera mengambil alih ritme per­sidangan dan menanyakan letak perbedaan keterangan antara kesaksian anak dari Angkahong, Antonius dengan surat dakwaan yang dikeluar­kan JPU mengenai kematian tuan tanah tersebut.

“Tentu dalam hal ini ha­rus ada kejelasan dari JPU tentang perbedaan dalam surat dakwaannya dengan keterangan saksi tersebut,” paparnya.

Tak hanya sampai disitu, Antonius juga menjelaskan tentang hasil keuntungan yang diperoleh Angkahong dari penjualan tanah seluas 7.302 meterpersegi yang dibayar Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan harga Rp 43,1 miliar.

“Saya kurang tahu persis hasil dari penjualan terse­but, tapi menurut informasi dari sekertaris ayah yakni Bu Ani. Saya sempat dengar di­belikan beberapa unit mobil, diantaranya satu unit mobil Mercy, satu unit mobil Jaguar dan sebidang tanah dengan luas 3000 meterpersegi yang berlokasi dibelakang rumah,” paparnya.

Antonius juga menjelas­kan, sisa dari hasil penjualan tanah tersebut telah dibayar­kan hutang-hutang sang men­diang, tetapi dirinya tidak mengetahui secara rinci bera­pa nominal yang dibayarkan oleh ayahnya tersebut. “Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya mengetahui dari seker­taris ayah,” paparnya.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Hadiri Kegiatan Prosesi Pengantar Tugas Sekjen Kementerian Dalam Negeri

Hakim Ketua, Lince Anna Purba sontak menanyakan apakah pelunasaan hutang tersebut kepada Bank atau perseorangan. Antonius tetap konsisten menjawab ti­dak mengetahui hal tersebut.

“Saya tidak tahu yang mu­lia. Berapa pastinya peluna­san hutang apakah kepada perbankan atau perorangan,” paparnya.

Usai mendengar keteran­gan saksi dari anaknya, kuasa hukum Angkahong juga men­jadi saksi di persidangan, yakni Suprapto Dikusumo. JPU mempertanyakan tan­datangan yang dibubuhkan oleh dirinya pada saat pen­cairan transaksi jual beli di Bank Jabar.

“Betul itu tandatangan saya, tapi saya bukan yang menentukan harga Rp 43,1 miliar. Saya menandatangani itu pada musyawarah per­tama dan kedua,” tandasnya.

Persidangan akan dilan­jutkan kembali pada Senin (01/08/2016) mendatang. Sejauh ini ketiga pejabat tinggi Pemkot Bogor yang disebut-sebut dalam surat dakwaan yang dilayang­kan JPU masih belum terbukti bersalah. Ketiga terdakwa yang sedang menjalani persidan­g anpun belum bisa dinyatakan sebagai terpidana sebelum jatuhnya pu­tusan hakim.

Uniknya dalam kasus ini, Hendricus Angkawidja­ja merupakan tokoh yang cukup terkenal dikalangan masyarakat, namun tidak ada tanda-tanda kematian yang ditunjukan pada saat tim BOGOR TODAY menin­jau lokasi ketem­pat yang ber­sangku t a n . ( A b d u l Kadir Ba­salamah)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================