JAKARTA TODAY– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, telah menerbitkan surat penyelidikan dugaan ketÂerlibatan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman dalam kasus dugaan suap penÂgajuan Peninjauan Kembali atas perkara di Pengadilan Negeri JaÂkarta Pusat.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, surat perinÂtah penyelidikan diterbitkan sejak Jumat (22/7) lalu dan telah ditindaklanjuti oleh peÂnyidik KPK. Penerbitan suÂrat penyelidikan merupakan pengembangan dari keteranÂgan sejumlah saksi yang telah diperiksa oleh KPK.
“Surat penyelidikan sudah dikeluarkan, kalau tidak salah Jumat (22/7). Setelah banyak saksi ditanya, penyidik KPK memutuskan perlu dilakukan penyidikan,†ujar Agus di GeÂdung KPK, Jakarta, kemarin.
Agus menuturkan, penyelidiÂkan sementara menyebut ada beÂberapa kasus yang diduga meliÂbatkan Nurhadi, muali dari kasus PK di PN Jakpus hingga dugaan pengaturan perkara di MA.
Meski demikian, Agus engÂgan berkomentar lebih rinci terkait hal tersebut. Ia mengaku, saat ini penyidik KPK tengah melakukan penyeldikan untuk menyimpulkan dugaan tersebut.
“Penyelidikan itu untuk mendalami, tidak perlu disÂebut. Masih tertutup untuk penyelidikan,†ujarnya.
Lebih lanjut, Agus menuÂturkan, sampai saat ini belum menemukan keberadaan sopir Nurhadi, Royani. Ia juga meÂnyebut, penyidik KPK belum memeriksa empat anggota Brigade Mobile (Brimob) MaÂbes Polri yang sempat menjadi pengawal Nurhadi.
“Setelah sprindik ini suÂdah, nanti kami jadwalkan siapa saja (yang diperiksa), terÂmasuk Brimob ini diperiksa,†ujar Agus.
Sebelumnya, KPK menangÂkap tangan Panitera PN JakÂpus Edy Nasution dan seorang pekerja swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka seÂlaku pemberi dan penerima suap.
Uang sebesar Rp50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PenÂgadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, KPK telah menyita uang sebesar Rp1,7 milÂiar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, KebayoÂran Baru, Jakarta. Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing. KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri.
Dalam perkembanganÂnya, KPK telah mencegah ke luar negeri terhadap Nurhadi, Royani, dan Chairman PT Paramount Enterprise InterÂnational Eddy Sindoro.
Selain itu, KPK juga telah memeriksa istri Nurhadi, Tin Zuraida. Namun Tin yang juga diperiksa untuk tersangka Doddy memilih bungkam saat ditanya awak media seputar pemeriksaan dan temuan uang sebanyak Rp1,7 miliar itu. (rdk)
Sementara itu, sejumlah LemÂbaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi PemanÂtau Peradilan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera menetapkan Sekretaris Mahakamah Agung Nurhadi AbÂdurrachman sebagai tersangka.
Mereka menduga Nurhadi terlibat korupsi dalam kasus dugaan suap pengajuan PenÂinjauan Kembali atas perkara dua perusahaan swasta di PenÂgadilan Negeri Jakarta Pusat.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani selaku perwakiÂlan mengatakan, penetapan Nurhadi sebagai tersangka merupakan salah satu cara agar KPK bisa membongkar praktik mafia hukum yang terÂjadi di pengadilan.
Pasalnya, Nurhadi diduga merupakan salah satu aktor maÂfia hukum yang terlibat dalam berbagai kasus di peradilan.
Dikeluarkannya surat perÂintah penyelidikan atas nama Nurhadi merupakan pintu masuk dalam membongkar praktik mafia hukum sampai ke akar-akarnya di pengadiÂlan,» ujar Julius di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/7).
Julius menjelaskan, mafia hukum adalah benalu dalam reformasi di lembaga peradilan. Ia menilai, reformasi lembaga peradilan tidak akan bisa terwuÂjud jika aktor mafia hukum beÂlum ditangkap dan dituntaskan.
Ia juga memperkirakan, akan ada hakim
atau pegawai pengadilan yang akan tertangÂkap lagi oleh KPK karena aktor mafia hukum belum ditangkap.
Aktor mafia hukum juga sudah pasti berupaya mengaÂgalkan atau menghambat upaya reformasi peradilan untuk menÂjadikan lembaga pengadilan bersih dari korupsi,» ujarnya.
Ia menuturkan, terungkaÂpnya kasus suap yang melibatÂkan Kepala Sub Direktorat PerÂdata MA Andry Sutrisna dan Panitera Pengganti PN Jakut Edy Nasution menunjukkan bahwa praktik mafia hukum di lembaga pengadilan terjadi hingga di tingkat MA.
Menurutnya, mafia hukum tidak hanya terkait pengaturan proses hukum, namun juga mengatus proses administrasi perkara, seperti memperlamÂbat salinan dan mengatur penÂgajuan upaya hukum.
Lebih lanjut, di tingkat level utama, yaitu MA, mafia hukum dinilai dapat ikut campur tanÂgan dalam kebijakan strategis, promosi jabatan, serta mutasi hakim dan pejabat di lingkunÂgan pengadilan. Intervensi maÂfia hukum juga bisa terjadi di peradilan lebih rendah, ujarnya. (Yuska Apitya/cnn)
Bagi Halaman