JAKARTA TODAY– Pemerintah menurunkan tim untuk menyÂelidiki dugaan vaksin palsu telah menyebar ke 32 provinsi. Dugaan penyebaran ke 32 provinsi itu karena ada kecurigaan vaksin-vaksin yang beredar dari sumber tak resmi dan berpotensi dipalsukan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengambil sampel vaksin dari daerah tersebut.
“Kami mengerahkan petugas di daerah-daerah secara serenÂtak untuk menemukan pereÂdaran vaksin palsu,†kata juru bicara BPOM, Nelly, kemarin.
Hingga saat ini, sudah diteÂmukan 37 fasilitas pelayanan kesehatan di sembilan provinsi yang membeli vaksin dari disÂtributor tidak resmi. Sembilan provinsi yang dimaksudkan adalah Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Ia mengaku sempat curiga vakÂsin palsu beredar di Denpasar, Mataram, dan Palu. “Namun, setelah kami cross-check ke sejumlah pihak, tidak ditemuÂkan vaksin palsu,†ucapnya.
Berkaitan dengan peredaran vaksin palsu di Pekanbaru, Riau, Kepala Dinas Kesehatan Riau AnÂdra Sjafril mengelak saat ditanyai wartawan. Ia mengaku belum menerima hasil pemeriksaan ihÂwal penemuan dua jenis serum yang diduga dipalsukan. Serum tersebut adalah serum antitetaÂnus dan antibisa ular yang ditemukan di sebuah klinik di Pekanbaru. “Saya belum menerÂima tindak lanjutnya,†ujarnya.
Anggota Satuan Tugas PenÂanganan Vaksin Palsu, ArusÂtiono, menuturkan pihaknya masih menelusuri peredaran vaksin palsu di sejumlah daeÂrah. Ia berujar, fokus peneluÂsuran itu sementara adalah Jawa dan Sumatera. “Saat ini tim terus bekerja,†katanya.
Menurut hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal KeÂpolisian RI, puluhan ribu vakÂsin palsu beredar di Sumatera. Adapun jumlah vaksin palsu di Jawa diperkirakan lebih banÂyak lagi. Provinsi yang terindiÂkasi menggunakan vaksin palsu antara lain Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Data ini berbeda denÂgan data yang dimiliki BPOM.
Presiden Joko Widodo pada Sabtu lalu menyatakan pemerintah sedang mendalami sanksi yang akan dikenakan kepada rumah sakit ataupun para tersangka. Ia berharap Kementerian Kesehatan dan lembaga terkait bisa menyÂelesaikan kasus ini. “Bisa saja ada yang dicabut izinnya, bisa hanya dapat teguran,†ucapnya. “Semuanya baru dalam proses.â€
Sementara itu, Markas Besar Kepolisian RI bekerja keras mengungkap kasus peredaran vaksin palsu. Ini merupakan kasus vaksin palsu pertama dan terbesar yang pernah ditangani polisi. «KaÂsus ini terbesar, ini pertama kali ditangani kepolisian,» kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri InspeÂktur Jenderal Boy Rafli Amar kepada wartawan usai mengÂhadiri peringatan ulang tahun ke-65 Surya Paloh di kantor Media Group, Kedoya, JaÂkarta Barat, Senin (18/7/2016).
Menurut Boy, saat ini keÂpolisian sudah menetapkan 23 orang — 3 di antaranya adalah dokter — sebagai tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu. Mereka yang ditetapÂkan sebagai tersangka umumÂnya adalah berstatus sebagai pengambil keputusan dalam penentuan pembelian vaksin.
Tersangka, kata Boy, dijerat dengan Undang-undang tenÂtang Kesehatan, UU PerlindunÂgan Konsumen serta kemungkiÂnan UU tentang tindak pidana pencucian uang. Mereka terÂancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. «(Ancaman) Pelaku 15 tahun. Undang-undangnya, undang-undang kesehatan, perlindungan konÂsumen dan kalau terbukti nanti bisa diterapkan tindak pidana pencucian uang,» kata Boy.
Terkait indikasi bahwa vaksin palsu tersebut sudah tersebar di 9 provinsi, Boy mengatakan bahwa hal itu saat ini tengah didalami oleh peÂnyidik kepolisian. «Itu masih didalami dulu, dilihat dulu alat buktinya seperti apa. Infonya masih mencari alat bukti dulu berkaitan dengan penyebaran keluar DKI dan Jawa Barat. Kan kamarin banyak di Jabar dan Jabodetabek, masih perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut lagi untuk yang di luar Jabodetabek,» kata Boy.
Presiden Joko Widodo meÂninjau langsung penanganan korban vaksin palsu bersama Menteri Kesehatan Nila MoeÂloek, kemarin. Mereka meninÂjau imunisasi (vaksinasi) ulang bagi mereka yang terkonfirmasi belum menerima vaksin asli di Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur. «Proses ini akan bertaÂhap, tidak mungkin sekaligus,» ucap Nila, Senin, (18/7/2016).
Kementerian Kesehatan pekan lalu membuka nama 14 rumah sakit yang mengedarÂkan ataupun menggunakan vaksin palsu. Mayoritas rumah sakit tersebut berada di Bekasi dan Jakarta. Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI telah menetapkan 20 tersangka terkait dengan vaksin palsu.
Nila mengatakan, di PuskÂesmas Ciracas, setidaknya ada 26 anak yang akan divaksiÂnasi ulang. Sebanyak 26 anak itu terkena vaksin palsu dari total 197 pasien Bidan Elly, salah satu tersangka yang dibekuk polisi. Mereka akan menjalani pemeriksaan ulang sekali lagi oleh dokter spesiÂalis anak atau tenaga kesehatÂan Ikatan Dokter Indonesia sebelum divaksinasi ulang.
Terkait dengan vaksin yang digunakan, Nila menuÂturkan dokter menyiapkan dua macam vaksin. Vaksin jenis pertama adalah pentavaÂlen yang berfungsi memberi kekebalan terhadap lima jeÂnis penyakit, seperti tetanus, hepatitis, dan haemophilus influenzae type B. SedangÂkan yang kedua adalah oral polio vaccine yang berfungsi menangkal polio. «Imunisasi ulang akan diberikan dengan melihat korban menerima vaksin palsu jenis apa,» ujar Nila.(Yuska Apitya/dtk)
Bagi Halaman