PUBLIK negara ini sudah tak asing mendengar kata subsidi. Kata subsidi acap dikaitkan dengan Bahan Bakar Minyak (BBM). Indonesia adalah negara yang memberikan subsidi BBM serta listrik kepada warga negaranya dengan porsi besar-besaran setiap tahunnya.
Sayangnya, subsidi BBM seringkali salah saÂÂsaran. Banyak orang yang memiliki penghasilan menengah ke atas masih menggunakan bbm bersubsidi. Polemik pun mulai bermunculan ketika ada rumor pemerintah akan mencabut subsidi BBM.
Banyak masyarakat yang protes dan kecewa lantaran isu ini. Padahal jika dilihat-lihat maÂÂsyarakat Indonesia beli kendaraan saja mampu, namun untuk membeli BBM non subsidi tidak mampu. Rakyat pun terlena dengan asupan pemerintah dalam bentuk subsidi.
Alhasil, pemerintah setengah hati mengÂÂhapuskan subsidi BBM yang jelas-jelas subsidi BBM hanya merugikan negara.
Pemerintah dan DPR sepakat memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG pada APBN Perubahan (APBN-P) 2016. Subsidi BBM dan LPG dipangkas dari Rp 63,692 triliun menjadi Rp 43,686 triliun.
Untuk BBM, pemerintah memberikan subsiÂÂdi kepada minyak tanah sebanyak 688.000 kiloÂÂliter (KL) dengan jumlah Rp 2,304 triliun, dan solar sebanyak 15,5 juta KL atau turun 500.000 KL dengan jumlah Rp 11,603 triliun. Sementara volume LPG yang disubsidi oleh pemerintah tahun ini adalah 6,25 miliar kg, turun dari seÂÂbelumnya 6,602 miliar kg atau Rp 25,197 triliun.
Dalam perhitungan subsidi ini, harga minÂÂyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ ICP) adalah USD 40/barel, turun dari USD 50/ barel. Sementara nilai tukar rupiah yang diperÂÂgunakan adalah Rp 13.500/USD, menguat dari sebelumnya Rp 13.900/USD.
Subsidi memang menguntungkan sebagian besar masyarakat Indonesia tetapi jika diliÂÂhat lebih seksama justru kebijakan inilah yang membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara lainnya. Gross Domestic Product (GDP) IndoneÂÂsia masih di bawah negara-negara lainnya kareÂÂna kebijakan ini. Lantas, apakah Indonesia bisa hidup tanpa subsidi?.(*)
Bagi Halaman