Untitled-13KEGIATAN Pesantren Kilat (sanlat) Ramadhan diyakini dapat membantu pemuda dalam mengembangkan bakat dan mengasah potensi diri. Sanlat dapat dijadikan momentum untuk memperbaiki diri. Tak heran mengapa sanlat sudah menjadi tradisi wajib yang dilakukan semua sekolah ketika datang bulan ramadhan.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Sama halnya dengan Yayasan At-Tawassuth menyelenggarakan Pesantren Kilat Rama­dhan Kepemimpinan Pemuda se-Jabode­tabek yang mengusung tema ‘Penanaman Spirit Nasionalisme: Antisipai Faham Radikal di Kalangan Pemuda’, dan berkolanorasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI.

Kegiatan sanlat dilaksanakan pada Jumat- Sabtu, 10-11 Juni 2016, bertempat di wisma Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional (PPPON) Kemenpora RI, Cibubur, yang diikuti 250 peserta dari berbagai perguruan tinggi ter­kemuka, sekolah, pesantren, organisasi kepemu­daan, dan panti sosial di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Ketua Yayasan At-Tawassuth, Bogor, Ahmad Fahir mengatakan, dewasa ini kecintaan terha­dap Tanah Air alias rasa nasionalis sudah mulai memudar seiring dengan banyaknya faham-fa­ham radikal yang masuk. Faham ini menjadikan pemuda sebagai sasaran. penyebaran virus radi­kal, antara lain dilakukan dengan memanfaatkan media sosial, yang notabene amat digandrungi pemuda.

“Pemuda perlu hati-hati dalam menggunakan sosmed, karena banyak menularkan virus faham yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bang­sa Indonesia. Diantaranya adalah faham radikal, seperti yang dilakukan oleh ISIS dan para pengi­kutnya,” kata Fahir.

Yayasan At-Tawassuth sendiri, sambung dia, sejak 2012 rutin menyelenggarakan sanlat Rama­dhan. Sanlat kali ini mengangkat isu radikalisasi di kalangan pemuda. Pesantren kilat ini dihadiri oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nah­rawi, yang menyampaikan pengarahan umum mengenai penanaman spirit nasionalisme pemu­da.

BACA JUGA :  Hardiknas 2024, Great Edunesia Soroti Perubahan Pendidikan di Indonesia

Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nah­rawi juga menyampaikan generasi muda jangan terpengaruh oleh faham-faham radikal yang datang datang dari luar. Pemuda Indonesia harus bisa mempertahankan jati diri bangsa.

“Kita harus mensyukuri terlahir di Indonesia. Jangan membiarkan siapapun merongrong ke­daulatan NKRI,” kata Imam Nahrawi.

Sementara itu, pakar Intelijen yang menjadi pembicara Dr. KH. As’ad Said Ali mengatakan, dalam konteks Indonesia ukuran radikal adalah Pancasila. “Melawan Pancasila merupakan tinda­kan radikal, karena Pancasila merupakan dasar Negara dan cita-cita luhur bangsa Indonesia,” kata As’ad Said Ali..

Sementara itu, menurut penulis buku “Al-Qa­eda: Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya,” ada tiga aliran yang mendorong se­seorang melakukan aksi radikal.Pertama, aliran ekonomi neo liberal dan secular, yang memfokus­kan pada pasar bebas dan perdagangan bebas, merobohkan hambatan untuk perdagangan in­ternasional dan investasi.

Kedua, lanjut tokoh yang pernah mengemban amanah sebagai Wakil Kepala Badan Inrelijen Negara (BIN) 1999-2010 ini, faham kiri. Faham ini didasarkan pada ideologi komunis dan sosialisme yang totaliter.

Ketiga, Radikalisme agama. Faham radikal berbasis agama bertujuan mengubah negara Pancasila menjadi Negara agama, Negara dengan konsep khilafah. “Di Timur Tengah mereka mela­wan Barat dengan terorimse, dengan mende­fenisikan doktrin jihad secara opensif,” kata Kiai As’ad.

BACA JUGA :  Hardiknas 2024, Great Edunesia Soroti Perubahan Pendidikan di Indonesia

Lebih lanjut Wakil Ketua Umum PBNU 2010- 2015 ini mengutarakan, jihad dalam Islam adalah jihad depensif, yaitu peperangan yang dilakukan dengan tujuan bertahan dari serangan lawan.

Sementara itu, akademisi IPB, Dr. Agus Lelana mengungkapkan, Pancasila sebagai konsep ber­negara yang komprehensif “Negara-negara lain justeru sangat mengapresiasi Pancasila, karena dapat menjadi perekat kebangsaan kita,” ungkap Agus.

Oleh karena itu, Agus mengajak generasi muda bangsa sebagai pelanjut estafet nasional pada masa mendatang agar memperkuat jati diri sebagai bangsa Pancasilais. “Pemuda adalah pewaris, pejuang, dan penentu masa depan bangsa. Pemuda harus dapat mempertahankan nilai-nilai luhur yang digali dari sejarah panjang perjalanan bangsa ini,” paparnya.

Narasumber lain yang dihadirkan yaitu Staf Ahli Menpora Bidang Politik Dr Yuni Poerwanti, Staf Ahli Menpora Bidang Ekonomi Kreatif Dr Joni Mardisal, intelektual NU, Ahmad Baso, dan pegiat lingkungan Mustajad.

Selain diisi ceramah umum dan dialog, pi­hak panitia juga membagikan 200 eksemplar Al-Qur’an, tadarus dan khataman Al-Quran se­banyak 4,5 kali, konser kolaborasi musik religi hadrah KMNU Institut Pertanian Bogor dengan grup-grup musik Indie binaan Kemenpora, aksi bersih-bersih lingkungan PPPON Kemenpora, serta kampanye perubahan iklim global. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================