Pasca desakan demi desakan yang dilakukan para praktisi kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor untuk membongkar aktor intelektual dalam kasus pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal Kota Bogor belum mendapatkan tanggapan serius dari Kejari Kota Bogor.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, terkait dengan adanya tiga nama diÂdalam surat dakwaan yakni Walikota Bogor, Bima Arya, Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman dan Sekertaris DaeÂrah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat merupakan hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh Kejari Kota Bogor, namun dirinya enggan berkomentar banyak terkait persoalan ini.
“Itu semua merupakan hasil dari penyidikan Kejari Kota Bogor, lebih baik ikuti saja persidangan yang sedang berjalan,†ungkapnya, kepaÂda BOGOR TODAY kemarin.
Sebelumnya, Dalam proses persidangan yang berlangÂsung di PN Bandung lalu, JPU Kejari Bogor merinci adanya kerugian negara sebesar Rp 28,4 milliar dalam pembeÂlian lahan sebanyak 26 biÂdang dengan luas 7.302 meÂter persegi milik pihak ketiga Hendricus Ang (Angkahong).
Rincian kerugian itu berÂsumber dari ketidaksesuaianÂnya harga pembelian. Seperti, ditemukan adanya 17 bidang tanah yang dibeli dengan harÂga yang lebih tinggi daripada harga pasar. Akibat ketidak sesÂuaian harga ini, negara meruÂgi sebesar Rp17,930 milliar.
Tak berhenti sampai disitu, kemudian ditemukan pula ketiÂdakserasian harga lima bidang tanah yang beralas hak akta jual beli (AJB) dengan yang tertera pada surat pernyataan pelepasÂan hak (SPH). Kelima bidang taÂnah itu yakni, AJB No 497/2014 tanggal 23 Desenber 2014, AJB No 507/2014, dan AJB No 509/2014 tanggal 30 Desember.
Akibat ketidakselarasan itu, negara merugi sebesar Rp 4,132 milliar. Adapun dakwaan yang paling krusial, yakni terdapat 6 bidang tanah yang berstatus seÂbagai tanah negara yang turut diperjualbelikan dengan harga jual sebesar Rp 6,337 milliar.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional KAMPAK Kota Bogor yang ambil bagian mengawal kasus ini, Roy Sianipar menÂgatakan dirinya mengapresiasi langkah jaksa dalam menyusun surat dakwaan karena sudah diurai dengan baik dan dikonÂtruksikan cukup jelas tinggal bagaimana nantinya KejakÂsaan Negeri (Kejari) Kota Bogor memperkuat pembuktiannya.
“Ini benar-benar diluar dugaan saya, Kejari sejauh ini bekerja cukup baik dan membuÂka semuanya selebar-lebarnya didalam surat dakwaan, kita juga turut merekam hasil persiÂdangan kemarin,†ungkapnya.
Ia juga menerangkan, pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi memuat tiga unsur yang memÂbuat para pejabat bisa terseret, yakni unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri atauÂpun orang lain dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Dalam hal ini para pejaÂbat akan terbukti melakukan tindak pidana korupsi karena sudah memenuhi unsur memÂperkaya orang lain, walaupun uang negara tersebut belum masuk kedalam rekening merÂeka, tetap asas praduga tak bersalah harus dikedepankan dan biarkan proses persidanÂgan berjalan, toh salah atau benar hanya hakim yang meÂnentukan nantinya,†ujarnya.
Didalam Surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU, NasÂran Aziz disebutkan bahwa selain Hidayat Yudha Priatna, Irwan Gumelar, Ronny NasÂrun Adnan dan Hendricus AnÂgkawidjaja alias Angkahong, Walikota Bogor, Bima Arya, Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman serta Sekertaris DaeÂrah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat juga ikut menÂgakibatkan kerugian keuangan negara, yakni Pemkot Bogor sebesar Rp 28.400.533.057.
“Pada tanggal 26 Desember 2014 saudara Hidayat Yudha Priatna melaporkan kepada Walikota Bogor, Bima Arya bahÂwa Angkahong bertahan pada Rp 46 miliar, sedangkan nilai appraisal dari saudara Ronny Nasrun Adnan hanya sebeÂsar Rp 39 miliar. Berdasarkan laporan terdakwa HYP, kemuÂdian Walikota meminta diperÂtemukan dengan Angkahong sampai akhirnya dilakukan musyawarah ketiga pada tangÂgal 27 Desember 2014 di ruang kerja Walikota Bogor,†beber Jaksa dihadapan Majelis Hakim PN Bandung Kelas 1A Khusus Tipikor, Senin (30/5/2016).
Narzan mengatakan, dalam pertemuan tersebut Walikota Bogor tidak mengikutserÂtakan Tim Pengadaan TaÂnah Skala Kecil Pasar Umum (TPTSKPU) akan tetapi, Bima hanya ditemani oleh Wakil Walikota Bogor, Usmar HariÂman, Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot, Toto M Ulum, Ketua TPTSKPU, HiÂdayat Yudha Priatna dan sang tuan tanah yakni Angkahong.
“Pada musyawarah yang dipimpin Bima tersebut terÂjadi kesepakatan harga taÂnah senilai Rp 43,1 miliar. Tetapi dalam berita acara musyawarah itu, serta dalam daftar hadir terlampir tangÂgal 27 Desember 2014 dibuat seolah-olah musyawarah itu diÂlakukan antara TPTSKPU denÂgan Angkahong,†paparnya.
Saat dikonfirmasi kemungÂkinan penambahan tersangka baru dan keterlibatan keÂtiga petinggi Balaikota Bogor, Kasi Pidsus Kejari Bogor, ErÂwin Iskandar, enggan berbiÂcara banyak. “Ikuti saja nanti fakta-fakta di persidangan,†kata Erwin sambil berlalu di PN Bandung kelas 1A khusus.
Menanggapi hal ini, Walikota Bogor, Bima Arya membantah dirinya terlibat dalam negosiasi harga tanah Jambu Dua. PoliÂtikus PAN itu menegaskan bila dirinya tidak pernah melakuÂkan intervensi dalam proses pembebasan lahan tersebut. “Tidak pernah sedikit pun saya mengintervensi, turut bernegoÂsiasi dalam proses pembebasan lahan tersebut,†tegasnya.
Bima mengklaim, seluÂruh proses tahapan pembeÂbasan lahan telah sesuai denÂgan standar prosedur yang diberlakukan pemerintah. Dalam hal ini, penentuan harga lahan telah melalui kajian mendalam tim appraÂsial. “Pemerintah Kota Bogor telah sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku,†tegasnya.
Bima pun menambahkan, bila pihaknya akan segera membentuk kuasa hukum unÂtuk menyelesaikan perkara tersebut. Namun demikian, dirinya enggan menyebut siapa nama pengacara yang akan menangani persoalan itu. “Segera saya akan membentuk tim hukum untuk melurusÂkan perkara ini,†ungkapnya.
Terkait perkara hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) BandÂung, Wakil Ketua DPP PAN ini mengharapkan, agar proses hukum dapat berjalan sesuai dengan koridornya. Dimana, azas keadilan dan kebenaran menjadi tujuan utama dalam proses penegakan hukum.
“Saya sangat menghargai proses hukum yang berlangÂsung. Dan saya harapkan penegakan hukum tidak diÂnodai dengan kepentingan politis. Hukum tidak boleh pandang bulu,†sebutnya.
Sedangkan Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman enggan berkomentar terkait dengan hal ini, sementara Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat menÂgatakan untuk mengikuti saja proses persidangan yang seÂdang berjalan dan membantah bahwa tidak ada permainan yang dilakukan Pemkot Bogor.
Sekedar mengingatkan, KaÂsus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter perseÂgi milik Angkahong oleh PemÂkot Bogor pada akhir 2014 lalu.
Sejauh ini tiga orang sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan sedang menjalani proses persidangan, yakni Hidayat Yudha Priyatna; Mantan KeÂpala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) Kota Bogor, Irwan Gumelar; Mantan Camat Tanah Sareal Kota Bogor dan Roni Nasru Adnan; Tim Penilai TaÂnah, sementara itu Hendricus Angkawidjaja alias Angkahong yang sudah ditetapkan sebÂagai tersangka dinyatakan meÂninggal dunia oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor.
Kasus ini juga dipantau serius oleh Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung juga ikut mendalami perkara ini. Dalam sidang perdana Senin (30/5/2016), tim penyidik KPK juga terlihat berjaga di halaÂman Kantor Pengadilan Negeri Tipikor Jawa Barat. (Abdul Kadir Basalamah |Yuska)
Bagi Halaman