Oleh: Bahagia, SP., MSc

(Sedang Menempuh Program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB dan Dosen tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor)

 Saat bencana alam dan kemiskinan menjadi dua realita sekaligus maka lebih menyakitkan. Saat ini jumlah penduduk tergolong miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut BPS (2015), penduduk miskin masih sekitar 10,62 juta jiwa (8,22 persen) di wilayah perkotaan dan sekitar 17,89 juta jiwa (14,09 persen) di wilayah perdesaan. Pada saat digabungkan antara jumlah kemiskinan dikota dan di desa maka jumlah penduduk miskin itu masih cukup tinggi. Bencana alam dapat memperburuk masalah kemiskinan.

Realita ini berkaitan dengan jumlah profesi terbanyak di Indonesia yaitu petani. Petani yang lahannya berada disekitar daerah rawan bencana terancam gagal panen. Produksi pertanian terhenti pada saat lahan-lahan pertanian dihantam oleh lahar dingin dan letusan gunung api seperti letusan Gunung Agung. Begitu juga dengan lahan pertanian yang berada disekitar gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Setelah gunung api selesai erupsi maka lahan belum bisa langsung ditanami. Butuh waktu untuk pemulihan sebab lahan dilapisi oleh tanah baru. Sedangkan lapisan tanah baru berupa pasir dan debu itu masih butuh pelapukan dan pengolahan. Jadi tidak mungkin bisa langsung ditanami sehingga memperpanjang penderitaan warga. Demikian halnya dengan tanaman yang sudah terlanjur ditanam dan tinggal dipanen.

BACA JUGA :  Kecelakaan Beruntun 2 Truk CPO dan Mobil di Sijunjung Tewaskan 2 Sopir

Dengan letusan gunung api maka tanaman itu kering, hangus dan mati. Padahal beberapa tanaman keras seperti tanaman jeruk, kelapa, dan tanaman keras butuh waktu tunggu agar bisa dipanen. Pada saat mau dipanen justru rusak diterjang letusan gunung. Sementara petani sudah mengeluarkan biaya produksi cukup tinggi untuk perawatan. Bukan hanya untuk tanaman semusim tetapi juga untuk tanaman tahunan.

Pasca bencana gunung api, mereka kehabisan modal dan lingkungan rusak. Hutan rusak dan sumber air ikut rusak. Beberapa mata air tertutup dan sungai sebagai sumber mata air ikut mengalami pendangkalan. Banyak material gunung api seperti pasir dan banjir lahar dingin masuk ke sungai. Mereka rentan terhadap kemiskinan sebab kebutuhan pangan harus terpenuhi. Dana untuk membeli pangan berkurang dan mengandalkan bantuan dari pemerintah. Sementara mata pencaharian dan tempat tinggal ikut rusak.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Tinjau Langsung Lokasi Longsor dan Serahkan Bantuan Kepada Korban Terdampak Bencana

Meskipun demikian, letusan gunung api bermanfaat secara ekologi. Lapisan tanah ikut semakin tebal karena erosi selama ini digantikan dari pasir dan debu dari gunung api. Dalam jangka panjang terbentuk lagi lapisan tanah yang lebih tebal dibandingkan dengan lahan sebelumnya. Hanya saja masih butuh waktu agar lahan itu layak untuk ditanami.

Selain itu, petani yang diluar wilayah gunung api tetapi masih pada wilayah rawan bencana ikut rentan kemiskinan. Terutama bagi petani dimana lahannya berada pada pinggiran lereng, pinggiran sungai dan dikaki bukit serta pegunungan. Lahan-lahan ini rawan longsor dan kebanjiran.

Lahan yang sering kebanjiran maka banyak unsur hara tanah tercuci dan lahan makin miskin unsur hara. Beberapa tahun berikutnya petani harus menyediakan pupuk lebih banyak lagi setiap tahun. Tahun berikutnya kondisi semakin parah lagi sehingga lebih banyak lagi dana yang dikeluarkan untuk membeli pupuk.

============================================================
============================================================
============================================================