Oleh Heru B. Setyawan

(Pemerhati Pendidikan & Guru SMA Pesat)

Peristiwa kurban atau Hari Raya Idul Adha yang kita peringati dan kita laksanakan tiap tahun banyak hikmah yang bisa kita ambil. Makna dari peristiwa kurban adalah ketaatan, keimanan, kecintaan yang luar biasa dari seorang Nabi IbrahimAS, Nabi Ismail AS dan Siti Hajar terhadap Allah SWT melebihi yang lain. Serta merupakan contoh sebuah tauhid yang benar dan lurus.

Peristiwa kurban berupa penyembelihan Nabi Ismail AS oleh  Nabi Ibrahim AS yang kemudian  Nabi Ismail diganti seekor domba oleh malaikat, adalah peristiwa yang luar biasa, menakjubkan, dan di luar akal manusia. Tapi kalau kita melihatnya dari kaca mata keimanan dan tauhid adalah benar adanya.

Makna berkurban juga berarti kita membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri kita. Manusia itu jika berakhlak baik, maka dia seperti malaikat. Malaikat taat berdzikir, manusia juga ada yang taat berdzikir. Malaikat tidak makan, manusia juga bisa tidak makan sewaktu puasa.

Sementara jika manusia berperilaku buruk dan jahat, maka dia sama atau lebih hina dari pada binatang ataupun setan. Seorang koruptor itu lebih hina dari pada binatang, bagaimana tidak, karena seorang koruptor itu makannya semen, kayu, aspal, pasir, batu dan lainya. Sedang seekor sapi makannya hanya rumput. Orang yang melakukan pornografi dan pornoaksi, juga sama seperti binatang, karena dia tidak malu melakukan kegiatan itu dilihat oleh semua orang, seperti binatang saja.

BACA JUGA :  Cobain Ini! Resep Kolak Labu Kuning dan Pisang yang Lezat Dijamin Menggugah Selera

Makna lain dari berkorban adalah kita memberikan yang terbaik dan yang kita cintai untuk kita korbankan. Maka seharusnya dalam hidup ini, kita berikan yang terbaik, bukan yang jelek yang tidak kita sukai.

Lalu apa implementasi nilai berkurban pada zaman now ini? Mulailah berkurban dari kita sendiri, kemudian pada keluarga kita, lingkungan masyarakat dan Negara Indonesia tercinta. Penulis menyebut dengan istilah Kurbanindo (Berkurban Untuk Indonesia).

Pertama, berkurban dimulai dari kita sendiri. Sehari yang 24 jam ini, harus kita gunakan untuk hal-hal yang terbaik dan bermanfaat bagi hidup kita. Dengan memanfaatkan waktu dengan baik, maka kita akan menjadi pribadi yang unggul dan punya prestasi.

Dengan mengisi waktu kita untuk hal-hal yang baik, seperti belajar serius tidak asal belajar, bekerja serius tidak asal bekerja, beribadah serius tidak asal beribadah. Itu berarti kita sudah  berkurban, karena kita tidak menggunakan waktu kita untuk santai, nongkrong dan melakukan kegiatan yang sia-sia bahkan maksiat.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Pria Berjaket Putih di Pinggir Jalan Soreang Gegerkan Warga Bandung

Itulah hikmah berkurban pada zaman now, yaitu kita mengkurbankan waktu untuk serius menggunakan kesempatan tersebut dengan kegiatan yang positif dan bermanfaat. Orang yang baik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.

Kedua, berkurban demi kebaikan keluarga kita. Mulai sekarang kita harus mementingkan keluarga tercinta kita, dari pada kepentingan pribadi atau kerja. Bapak sebagai pemimpin keluarga, harus seimbang dalam membagi antara bekerja dengan kepentingan keluarga.

Selama ini kebanyakan bapak-bapak lebih banyak waktunya untuk bekerja dari pada untuk keluarga. Biasanya ini yang menjadi pejabat, pengusaha dan orang penting lainnya. Solusi dari hal ini adalah bisa membagi waktu, bisa mendelegasikan pada wakilnya atau staf, jika ada acara yag tidak begitu penting serta hanya bersifat seremonial saja.

============================================================
============================================================
============================================================

1 KOMENTAR