Penulis oleh  Rr. Vincie Apriany, SST (Statistisi BPS Kota Bogor)

Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta

“Bogor kota indah sejuk nyaman, bagai bunga di dalam taman. S’lalu disinggahi wisatawan, sungguh menarik perhatian. Di sana banyak pemandangan dan peristirahatan, nan indah tenang serta damai…..” Itulah sebagian lirik mars Kota Bogor. Kota Bogor dianugerahi banyak kenikmatan, diantaranya berupa kesejukan udara, kesuburan tanah dan keindahan pemandangan alamnya termasuk panorama pegunungan. Pantas saja, pada jaman penjajahan kolonial Belanda, dibangunlah Istana Bogor. Gagasan pembangunan Istana Bogor, semula diawali dari perjalanan Gubernur Jenderal van Imhoff pada 10 Agustus 1744 (http://presidenri.go.id/istana-bogor), yang mencari lokasi untuk peristirahatan dari penatnya kota Batavia. Sang Gubernur Jenderal menemukan sebuah tempat yang nyaman dan berudara sejuk di Kampong Baroe. Karena terkesan dengan lokasi tersebut, maka pada tahun 1745, Gubernur Jenderal tersebut memerintahkan pembangunan sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buiten zorg yang berarti bebas masalah/kesulitan atau tidak ada kekhawatiran. Dia sendiri yang membuat sketsa Buiten zorg dengan meniru arsitektur Blenheim Palace, yang merupakan kediaman Duke of Malborough, dekat Kota Oxford di Inggris. Namun hingga masa jabatannya berakhir, bangunan tersebut belum juga selesai. Istana Bogor baru selesai pada masa Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861) dengan banyak perubahan dari desain awal penggagasnya.

Kenyamanan Kota Bogor dengan icon Istana Bogor dan Kebun Rayanya, bahkan sekarang justru menjadi tempat kediaman Presiden Joko Widodo, menjadi daya tarik wisatawan baik wisatawan nusantara bahkan wisatawan mancanegara. Maka tak heran bila kunjungan wisatawan baik dari nusantara maupun mancanegara selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Berdasarkan data sekunder Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor yang bersumber dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, pada tahun 2016 jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata di Kota Bogor sebanyak 5,2 juta orang, yang terdiri dari 5 juta wisatawan nusantara dan 200-an ribu wisatawan mancanegara. Jumlah ini naik 10 persen dibanding tahun sebelumnya, yaitu 4,7 juta wisatawan yang terdiri dari 4,5 juta wisatawan nusantara dan 200-an ribu wisatawan mancanegara. Obyek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan yaitu Kebun Raya Bogor, sebanyak 1,4 juta wisatawan atau 27 persen dari total wisatawan. Dari 1,4 juta wisatawan yang mengunjungi Kebun Raya Bogor, tercatat sebanyak 1,37 juta wisatawan nusantara dan 63 ribu-an wisatawan mancanegara. Kebun Raya Bogor masih merupakan tujuan utama obyek wisata di Kota Bogor. Berdasarkan data statistik tersebut, kunjungan musim puncak (peak season) di obyek wisata ini adalah setiap bulan Juni dan Agustus. Selain Kebun Raya Bogor, obyek wisata lainnya yang sering dikunjungi oleh wisatawan antara lain: Istana Bogor, Museum Zoologi, Museum Etnobotani, Museum Tanah, Museum PETA,Mseum Perjuangan Bogor,  Tanaman Obat, Prasasti Batutulis, Situ Gede, Country Club Cimanggu, The Jungle, Jungle Fest, Rancamaya Country Golf, dan lainnya.

BACA JUGA :  Ternyata Ini Dia 10 Manfaat Cuka Apel untuk Kesehatan, Wajib Simak Ini!

 

Prinsip Livable City dan IPM

Kenyamanan suatu kota akan mewujudkan kota yang layak huni atau livable city. Menurut Lennard (1997), untuk mewujudkan livable city, suatu kota harus memiliki prinsip dasar antara lain: (i) tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak, air bersih dan listrik) (ii) tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota, fasilitas ibadah, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan) (iii) tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi; (iv) terjaminnya keamanan dan bebas dari rasa takut; (v) mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya; serta (vi) tersedianya sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik. Melengkapi prinsip dasar tersebut, menurut Douglass (2002), dalam livable city bertumpu pada 4 pilar, yaitu: (i) meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan masyarakat; (ii) penyediaan lapangan pekerjaan; (iii) lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan, kesejahteraan dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi; serta (iv) good governance.

Dengan terwujudnya livable city, kemampuan suatu kota dalam rangka pembangunan sumber daya manusianya (SDM) akan lebih mudah terwujud. Ukuran keberhasilan pembangunan SDM di suatu kota dapat tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar, yaitu: umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak. IPM dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

BACA JUGA :  Diduga Sopir Mengantuk, Truk Muatan Jeruk Terguling di Batanghari

Angka IPM Kota Bogor mengalami perkembangan kenaikan dari 2014 hingga 2017, yaitu berturut-turut 73,10; 73,65; 74,50 dan 75,16. Bila dibandingkan dengan sembilan kota lainnya di Propinsi Jawa Barat, Kota Bogor selalu berada di urutan 5 (lima) besar setelah Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Cimahi. Sedangkan, bila dibandingkan dengan angka IPM Propinsi Jawa Barat dan Nasional, angka IPM Kota Bogor selalu berada di atasnya. Dengan demikian, kondisi penduduk Kota Bogor dalam mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan dan pendidikan yang tercermin dalam angka IPM selalu berada di atas rata-rata kota, baik di tingkat Propinsi Jawa Barat maupun tingkat Nasional.

============================================================
============================================================
============================================================