Oleh Heru B Setyawan (Pemerhati Politik) 

Petahana Bima Arya Sugiarto mengaku memilih Dedie A. Rachim dengan melihat dan menilai sisi personal wakil yang digandengnya. Dedie A. Rachim adalah Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antarkomisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia merasa perlunya sosok pemimpin dari kalangan profesional untuk bersama-sama melanjutkan penataan dan pembenahan Kota Bogor. “Saya tidak melihat latar belakang tadi, dikotomi antara partai dan nonpartai, tapi lebih kepada sosok personal,” kata Bima (Tempo, 30/12/17)

Bima Arya mengaku ada ikatan persahabatan antara keluarganya dan keluarga Dedie. Kakek Bima dan kakek Dedie bersahabat. Bima juga beberapa kali mengundang Dedie dan memintanya memberikan materi ihwal reformasi birokrasi kepada jajaran Pemerintah Kota Bogor. Bima melihat ada tiga kriteria yang dimiliki Dedie untuk melengkapinya bila terpilih memimpin Bogor kembali.

Pertama, Bima merasakan cinta Dedie terhadap Bogor. Hal itu tampak ketika Bima berinteraksi dengan pendampingnya itu untuk membahas perkembangan Bogor. “Bogoh ka Bogor (cinta kepada Bogor). Ini modal utama,” ujar Bima. Kriteria kedua, sikap Dedie yang santun dan bersahaja.

Kriteria ketiga berhubungan dengan kinerja Dedie. Bima berpendapat, Dedie adalah pekerja keras yang lurus, profesional, dan berintegritas. Dedie pun dianggap memahami betul permasalahan pemerintahan daerah karena kerap berinteraksi dengan pemerintah daerah. “Ini petunjuk Allah. Hasil istikhoroh,” ucapnya.

BACA JUGA :  Cobain Ini! Resep Kolak Labu Kuning dan Pisang yang Lezat Dijamin Menggugah Selera

Tetapi menurut penulis, apa yang dilakukan Bima Arya adalah kesalahan besar atau blunder. Kenapa blunder, inilah analisis penulis:

Pertama, pasangan Dedie A Rachim dan Bima Arya ini bersifat homogen. Artinya seorang Dedie A Rachim tidak bisa menambah suara Bima Arya, karena pemilih Dedie A Rachim juga pemilih Bima Arya. Dedie A Rachim itu suka nyanyi, suka naik vespa, gaul dan berjiwa muda, dan profesional ya itu identik dengan Bima Arya.

Dedie A Rachim itu kurang dikenal atau elektabilitas rendah, meski beliau adalah mantan pejabat KPK. Siapa itu Dedie A Rachim? Masyarakat Kota Bogor tidak ada yang tahu, kecuali jika Dedie A Rachim menjadi jubir KPK yang sering tampil di TV. Dedie A Rachim juga tidak mempunyai massa, karena bukan berasal dari partai politik.

Alih-alih bisa menambah pundi-pundi suara Bima Arya, bisa jadi karena faktor Dedie A Rachim ini, pemilih tidak jadi memilih Bima Arya. Sehingga Dedie A Rachim, malah menjadi salah satu penyebab suara Bima Arya turun.

Kedua, partai koalisi Bima Arya lemah. Meski pasangan Bima Arya- Dedie A Rachim ini jumlah koalisi partainya paling gemuk, tapi realitasnya koalisi ini lemah, mengapa lemah? Inilah alasannya.

PAN sebagai partainya Bima Arya, pada awalnya juga kaget, mengapa Bima Arya memilih Dedie A Rachim. Padahal sebelumnya sudah digadang-gadang akan berpasangan dengan calon dari parpol, yaitu Zaenul Mutaqin, Sopian Ali Agam, dan Dadang Iskandar Danubrata. Ketua DPD PAN Kota Bogor Safrudin Bima mengaku tidak paham dengan pilihan yang telah ditetapkan Bima Arya,”Saya tetap fokus sama mekanisme partai,” singkatnya (Radar Bogor, 29/12/2017).

BACA JUGA :  Tempe Lebih Berkhasiat Dimakan Mentah? Benarkah? Simak Ini!

Blunder paling fatal yang dilakukan Bima Arya adalah dengan mengadakan mahar politik dengan Demokrat, yaitu dengan direct ke pimpinan pusat. Akibat tindakan Bima Arya ini, Usmar Hariman tidak bisa ikut Pilwalkot Kota Bogor 2018, karena jatah 5 kursi Demokrat yang seharusnya untuk Usmar Harimar diambil Bima Arya. Usmar Hariman sampai curhat di medsos, ngambek dan marah dengan mengundurkan diri dari Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bogor serta keluar dari keanggotaan Partai Demokrat. Dari fenomena ini, jelas suara partai Demokrat untuk Bima Arya akan terpecah dan berkurang.

Partai Golkar sekarang nasibnya sama seperti partai Demokrat yang dilanda kasus korupsi. Kalau Demokrat dulu dengan kasus Hambalang, dengan melibatkan Nazarudin, Andi Mallarangeng, dan Angelia Sondakh. Sekarang Golkar terseret dengan kasus E-KTP yang melibatkan mantan Ketua Umumnya Setyo Novanto. Kasus E-KTP ini sangat dahsyat pengaruhnya ke masyarakat Indonesia. Banyak warga yang marah, gara-gara kasus E-KTP ini pelayanan pembuatan E-KTP jadi lama.

============================================================
============================================================
============================================================