Oleh : Heru B Setyawan (Pemerhati Politik)

Akhirnya sang petahana Bima Arya Sugiarto membuat kejutan di akhir tahun ini. Sebab putra mahkota PAN ini sudah menentukan pasangannya untuk Pilwalkot Kota Bogor 2018. Ternyata pilihan sang petahana ini di luar dugaan semua orang termasuk membuat kaget Ketua DPD PAN Kota Bogor, Safrudin Bima, karena yang terpilih menjadi Wakil Walikota adalah berasal dari non Parpol, yaitu Dedie A Rachim Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi KPK. Safrudin Bima mengaku tidak paham dengan pilihan yang telah ditetapkan Bima Arya,”Saya tetap fokus sama mekanisme partai,” singkatnya (Radar Bogor, 29/12)

Kalau penulis tidak terkejut atas pilihan Bima Arya ini, karena jika kita perhatikan kata-kata petahana sangat terlihat ada campur tangan dari penguasa dari pusat. Bima Arya sempat berkata jika bangunan politik yang ditatanya tidak berdasarkan kemauan pribadinya, melainkan disesuaikan dengan konstelasi politik di tingkat nasional maupun lokal. Intinya penguasa pusat berkeinginan, agar jangan sampai Pilkada di Kota Bogor ini, juga Pilkada serentak 2018 di Indonesia terjadi mirip seperti di Pilkada DKI Jakarta yang menguras energi rakyat Indonesia. Bahkan sempat membuat persatuan bangsa terkoyak.

Memang tidak dapat dipungkiri, efek dari pengaruh Ahok dan Pilkada DKI Jakarta terhadap dunia politik di Indonesia sungguh luar biasa. Lewat wasilah Ahok yang melakukan penistaan agama, umat Islam bersatu padu dan tersadarkan bahwa selama ini, umat Islam terlena dan hanya menjadi penonton di negerinya sendiri. Selama ini kaum minoritas menguasai ekonomi, umat Islam tidak protes, tapi setelah kaum minoritas juga pingin menguasai politik dan Ahok menghina Kitab Suci Al Qur’an , maka umat Islam tersadarkan.
Maka terjadilah rentetan aksi damai bela Islam pada bulan oktober 2016 di Balaikota, dilanjutkan aksi damai bela Islam 411 (4 November 2016) dan puncaknya aksi super damai bela Islam 212 (2 Desember 2016) yang sangat fenomenal dihadiri lebih dari 7 juta umat, sampai Presiden Jokowi juga datang, meski agak terkesan terpaksa datangnya. Semua aksi ini tidak bisa lepas dari peran Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab. Sehingga beliau dikriminalisasi sampai sekarang dan masih berada di Arab Saudi, sampai menunggu kondisi di Indonesia sudah konduksif.

BACA JUGA :  Warga Moncongloe Geger dengan Penemuan Bayi Kondisi Mengenaskan di Pinggir Jalan Maros

Pemerintah sangat ketakutan dan kawatir, setelah jagoannya Ahok-Jarot keok oleh Anies-Sandi. Dan Pilkada DKI seperti serasa Pilpres, Pilkada DKI Jakarta juga membuat masyarakat terpecah menjadi 2 golongan. Pertama golongan Islam lurus yang berusaha sesuai dengan syariat Islam, ada juga orang Islam awam, tapi ikut golongan ini, karena secara emosional tidak terima agamanya dilecehkan oleh Ahok. Golongan ini bersama para Ulama yang istiqomah mati-matian membela Anies-Sandi. Sedang golongan kedua adalah non muslim, nasionalis, kaum liberal, sekuler, atheis, Islam abangan, rasional sekuler, kaum munafik dan Parpol Islam (PPP dan PKB) tapi dukung Ahok karena demi kepentingan politiknya.

Saking hebatnya efek pengaruh Pilkada DKI ini sampai tingkat nasional, maka Bima Arya juga bilang,”Saya tidak mau Pilkada 2018 memberikan bekas yang mendalam bagi warga. Saya berikhtiar, situasi politik tetap maslahat. Harus hati-hati sekali, salah pilih pasangan, koalisi, dan angkat isu bisa dalam bekasnya,” paparnya.
Maka bisa ditebak Bima Arya akan berkoalisi dengan Parpol pendukung pemerintah yang pasti bisa diajak, diatur dan loyal pada pemerintah pusat. PAN sudah punya 3 kursi, maka PAN akan mengajak Hanura 4 kursi (meski Hanura sudah berkoalisi dengan PDI-P, pasti atas perintah dari Jakarta, Hanura akan berbalik arah berkoalisi dengan petahana), Nasdem punya 1 kursi dan PKB punya 1 kursi jadi. Jadi total ada 9 kursi dan ini sesuai syarat untuk minimal berkoalisi.

Dengan memilih pasangannya dari non partai dan memilih koalisi dengan Parpol pendukung pemerintah, maka tensi politik akan menurun. Tensi politik juga akan turun karena PAN tidak berkoalisi dengan PKS dan Gerindra yang terkenal sagat solid.
Bima Arya sangat jelas tersandera sama Jokowi, ini terlihat dari kata-kata sang petahana. Saat ini Bima Arya mengaku harus memikirkan tentang bagaimana kondisi politik di Kota Bogor tetap stabil dan nyaman. Selain pertimbangan dekat dengan DKI Jakarta dan aktivitas Presiden Joko Widodo, Pilkada serentak 2018 menjadi barometer politik di tingkat nasional.
Jika nanti sang patahana keok pada Pilwalkot Kota Bogor, Bima Arya sangat gampang menjadi Mendikbud, jadi juru bicara Presiden (dulu pernah ada isu kalau Bima Arya mau jadi Jubir Presiden, tapi beliau menolak dengan alasan ingin berkonsentrasi pada Kota Bogor), jadi Duta Besar, bukankah Bima Arya lulusan S-1 Hubungan Internasional (HI) sementara S-2 dan S-3 lulusan luar negeri dan sering menjadi narasumber di luar negeri. Jadi pas jika Bima Arya jadi Dubes

BACA JUGA :  Minum Air Jahe Setiap Hari, Apa Sih Manfaatnya? Simak Ini

Pemerintah sekarang ketakutan akan kekuatan koalisi 3 serangkai (PKS, Gerindra dan PAN). Hal ini terbukti pada Pilkada DKI Jakarta hanya 3 Parpol PKS, Gerindra dan PAN bisa memenangkan Anies-Sandi. Kelebihan koalisi 3 serangkai ini didukung oleh para Ulama dan umat. Padahal Ahok-Jarot didukung oleh PDI-P, Golkar, PPP, PKB, Hanura, Nasdem dan PKPI.

Makanya jauh-jauh hari pemerintah sudah koar-koar lewat salah satu pakar politik yang menjadi corongnya, bahwa Pilpres 2019 adalah pertarungan antara Jokowi dengan kaum radikal, masyaAllah betapa kasarnya dan terlalu memvonis pakar politik ini. Yang dimaksud kaum radikal siapa lagi kalau bukan Parpol berciri Islam dan religius, yaitu PKS, PAN dan Gerindra.

Maka agenda pemerintah sekarang yang penting adalah Pilkada serentak 2018 aman dan lancar serta tidak seperti kejadian di Pilkada DKI Jakarta. Koalisi 3 serangkai harus dilemahkan kalau tidak bisa dipecah, syukur-syukur kalau bisa di pecah. Maka jangan heran pasti ada Bima Arya-Bima arya yang lain di Pilkada serentak 2018. Apakah benar Kang Bima Arya tersandera kepentingan penguasa? Jawabannya kita tunggu saja sewaktu pendaftaran resmi di KPU pada tanggal 8-10 januari 2018. Karena politi itu penuh dinamis, sewaktu-waktu bisa berubah dalam hitungan detik. Semoga Pilkada serentak 2018 terpilih pemimpin yang amanah dan membawa kemaslahatan bagi bangsa dan Negara. Jayalah Indonesiaku. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================