BOGOR TODAY – Meski tidak memiliki modal besar, berbisnis strawberry ternyata layak dijajaki. Selain meraup untung dari penjualan buah, kita juga masih bisa memetik laba sampingan dari usaha olahan makanan hingga agrowisata.

Tekad dan kesuksesan dibuktikan Nur Fitri Ramadani (29). Wanita yang biasa dipanggil Pipit itu, relatif memulai usahanya dengan modal kecil. Tapi dalam waktu singkat, omzet dan keuntungannya mulai melesat. Dari usahanya menjual buah segar stroberi, Pipit mampu mengembangkan pasarnya di Bogor hingga Jakarta, Cianjur, Sukabumi dan Banten. Kini, usaha buah segar stroberi bahkan menjadi ‘happening’ alias ngetop. Wajar jika usaha ini mulai diikuti banyak pihak.

Stroberi memang merupakan salah satu buah yang paling banyak disukai orang. Rasanya yang manis-asam dan bentuknya yang imut, membuat banyak orang jatuh cinta kepadanya. Stroberi masuk dalam keluarga Rosaceae yang bisa hidup dengan baik pada ketinggian 1.000-1.500 mdpl. Tanaman ini sangat baik jika lingkunganya memiliki suhu antara 17-20 0 C dengan kelembaban sekitar 80-90%. Sedangkan untuk urusan sinar matahari, tanaman ini membutuhkan waktu sekitar 8-10 jam perhari. “Stroberi yang dipasarkan adalah pasokan langsung dari kebun stroberi yang ada di Ciwidey, Bandung. Tapi hanya jenis Calibrate yang fokus kita bangun pasarnya, karena daya tahan kesegarannya lebih tinggi,” terang Pipit kepada Bogor Today.

Bakat komersial stroberi memang sudah tampak dari penampilannya. Dengan warna merah segar merona bak jantung hati, buah ini mampu menebar pesona yang begitu “menantang”. Pipit Strawberry menyasar segmentasi usahanya untuk kalangan menengah ke atas. Setiap kilogramnya, stroberi dijual Rp 50 ribu-Rp 60 ribu. Dengan cara pemasaran online, buka lapak dan penawaran ke berbagai resto, kafe hingga hotel, buah strawberry memberinya panen keuntungan. “Awalnya hanya dari teman ke teman saja. Lama kelamaan berkembang membentuk reseller dan memasok secara rutin ke berbagai resto, kafe hingga hotel-hotel,” tuturnya.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang yang Sederhana dengan Telur Puyuh Balado Bumbunya Meresap

Kini, tak kurang dari 10 hingga 15 tray atau sekitar 100-150 kilogram dengan keuntungan setara Rp 2,5 juta perhari, mampu diraihnya dari hasil pemasaran buah segar stroberi. Keuntungan itu juga bisa bertambah dari item frozen stroberi atau buah yang dibekukan untuk kebutuhan minuman atau lainnya. “Itu juga cara kita untuk mengurangi resiko buah stroberi yang memang rentan, sehingga tidak ada yang dibuang percuma,” jelasnya.

Untuk meningkatkan pangsa pasar, Pipit Strawberry terus memupuk usahanya dengan berbagai inovasi. Salah satunya adalah meluncurkan gerai yang kini berada di Jl. Papandayan 31 B, samping kantor Telkom, Bogor. “Disini kami tidak hanya menyediakan stroberi curah yang masih segar. Konsumen juga dapat langsung memilih dan menimbang sendiri sesuai kebutuhannya, sehingga mereka bisa puas,” ungkap Pipit. Bagi konsumen yang ingin dilayani melalui cara pesan antar, Pipit Strawberry membuka layanan melalui WhatsApp: 085624643839. Ongkos kirimnya pun relatif murah, hanya Rp 5000 hingga Rp 35.000 untuk antaran terjauh.

Gerai Pipit Strawberry bahkan mulai dilengkapi berbagai produk olahan dari stroberi. Mulai dari juice stroberi, puding, selai, cake dan varian olahan stroberi lainnya. “Sedikit demi sedikit kami coba kembangkan. Kelak gerai ini bisa menjadi kedai khusus olahan stroberi,” tambahnya. Uniknya, olahan-olahan stroberi itu justru merupakan hasil kreatif konsumen dan ibu-ibu rumah tangga yang dititipkan dan dipasarkan oleh Gerai Pipit Strawberry. Bahkan warga di sekitar Gang Masjid, Sukamanah, Tamansari, Bogor – tempat penampungan buah stroberi, ikut memetik hasil dengan melakukan penjualan buah ini.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Di Banten, upaya pemasaran buah stroberi dan membangun kedai bertema stroberi dirintis melalui kafe bernama Strawberry Fields. Di Cianjur, hadir dengan nama Ty’s Strawberry dan di wilayah Sukabumi dikembangkan oleh Korina Strawberry. Pipit bahkan mampu memberi lapangan kerja bagi rekan-rekan satu almamater sebagai mitranya dalam menjalankan bisnis ini. “Secara tidak langsung, ini juga usaha dalam mengembangkan komoditas agribisnis lokal,” lanjutnya.

Agar usahanya makin untung, selain melakukan inovasi produk, menurut Pipit, ia juga terus membenahi manajemen rantai pasokan barang dan pendistribusian. Menurutnya hal tersebut menjadi tantangan terbesar bagi pemasok buah atau bisnis hortikultura. “Bagaimana pun, buah yang dijual harus tetap segar sampai ke konsumen,” tegas Pipit. Bila dalam distribusi tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan perusahaan, maka sampai ke konsumen tidak bagus lagi. “Jadi strategi kami saat ini terletak pada supply chain management yang baik sehingga kualitas buah terus terjaga dan distribusinya merata,” paparnya. Hebatnya lagi, usaha ini bisa meraih titik impas permodalan hanya dalam waktu tiga bulan. Fantastic bukan? Mau ikut mencoba? Setiap hari, Pipit Strawberry terbuka dalam melakukaan kemitraan usaha. (Rifki Setiadi)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================