SEMARANG TODAY- Kesuksesan kelompok tertentu di beberapa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) dengan bersenjatakan isu Suku, Agama, Ras, Antar-golongan (SARA) bakal ditularkan ke daerah lain. Hal ini diprediksi jadi pemicu potensi konflik di Pilkada 2018.

Kapolri Tito Karnavian mengungkapkan, wilayah yang rawan di Pilkada Serentak 2018 antara lain Jawa Barat, Papua, dan Kalimantan Barat. Salah satu potensi kerawanan di tiga wilayah tersebut ialah terkait isu SARA.

“Masalah Pilkada, situasinya biasa natural. Tensi dari dingin biasanya menghangat, tapi upayakan jangan sampai memanas, itu bahasanya beliau (Jokowi). Artinya, biasa hangat dalam rangka kompetisi (atau) kontestasi politik, tapi jangan sampai terjadi gangguan keamanan masyarakat, itu keinginan beliau (Jokowi),” ujar Tito, saat berbicara di Akademi Kepolisian, Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/10).

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi mengamini hal itu. Dia menilai kerawanan keamanan di tahapan Pilkada 2018 masih terkait dengan isu sektarian, seperti isu komunisme/PKI dan isu agama.

Salah satu Pilkada dengan kerentanan isu tersebut adalah Pilkada Jawa Barat. Menurutnya, perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur di wilayah itu akan menjiplak pola di Banten.

“Itu efektif menggerus suara Rano Karno. Itu berpotensi terulang di Jawa Barat karena karakter pemilih sifatnya dinamis, jadi bisa terpengaruh dinamikanya,” kata Muradi.

Diketahui, pasangan nomor urut 1 Wahidin Halim-Andika Hazrum menang tipis atas pasangan nomor urut 2 Rano Karno-Embay Mulya Syariep (50,9 persen : 49,5 persen) di Pilkada Banten 2017.

Wahidin Halim, yang diusung oleh Partai Golkar, Partai Demokrat, PKS, Partai Gerindra, PAN, Partai Hanura, dan PKB, sempat melontarkan isu PKI dalam salah satu kampanyenya. Sementara, isu PKI kerap kali dilontarkan terhadap PDIP yang merupakan partai pengusung Rano Karno.

BACA JUGA :  Lepas Khafilah Kabupaten Bogor Ikuti MTQ Tingkat Jabar, Pj. Bupati Bogor Ingin Para Khafilah Mampu Bumikan Al-Quran di Bumi Tegar Beriman 

Wilayah lain yang kemungkinan besar diterpa isu SARA ialah Kalimantan Barat. Menurut Muradi, wilayah ini akan jadi pertarungan antar-etnis untuk mendapatkan pengaruh. “Misalnya, ada semangat etnis melayu yang berkuasa,” ucapnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, etnis utama di Kalimantan Barat terdiri dari etnis Dayak (20 persen), etnis Melayu (19 persen), dan etnis Tionghoa (9 persen).

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia The Wahid Institute Rumadi Ahmad, seperti dikutip dari Antara, menyebutkan, isu agama sudah mulai menyerang Jawa Barat.

Menurutnya, fenomena penggunaan isu agama dalam pemilu merupakan fenomena global saat ini. Ini ditandai dengan bangkitnya kekuatan konservatif, makin kuatnya pembicaraan isu agama di ruang publik, dan makin besarnya kekuatan kelompok intoleran. Padahal efeknya berdampak jangka panjang dan memecah belah.

Salah satu isu yang beredar di media sosial ialah tentang penerbitan 300 surat izin pembangunan rumah ibadah non-muslim oleh bakal calon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) sepanjang ia menjabat sebagai Walikota Bandung. Hal itu sudah dibantah Ridwan bahwa penerbitan izin sebanyak itu terhitung sejak zaman Belanda hingga ia memimpin selama empat tahun terakhir.

Selain itu, RK sempat diserang dengan isu agama karena diusung oleh partai yang juga mengusung Basuki T Purnama alias Ahok di Pilkada DKI 2017, yakni Partai Nasdem.

Muradi melanjutkan, kerawanan akibat isu SARA itu juga akan dipengaruhi oleh isu netralitas aparat TNI-Polri. Semuanya bergantung pada kedekatan Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) dua institusi itu dengan, terutama, kepala daerah yang jadi petahana di Pilkada 2018. Keberpihakan itu akan semakin parah jika ada gelontoran dana.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Rabu 1 Mei 2024

“Akses politik masing-masing Kasatwil Polri dan TNI, bantuan pemerintah daerah untuk instansi vertikal, dan calon petahana biasanya yang berpotensi terjadinya tidak netral besar sekali,” jelas Muradi.

Tito Karnavian telah mengumpulkan seluruh Kasatwil, di Akademi Kepolisian, Semarang, 9-11 Oktober, untuk menerima materi seputar pengamanan Pilkada Serentak 2018.

Saat memberikan arah dalam acara pembukaan acara ini, Presiden Joko Widodo meminta segenap jajaran Polri memetakan potensi konflik dan provokasi jelang Pilkada Serentak 2018. Pemetaan ini bisa mencegah situasi makin memanas. Selain itu, Polri juga diminta menyiapkan solusinya.

“Yang benar jadi tidak benar. Yang tidak benar semakin tidak benar. Politik seperti itu. Tugas kita harus menjaga supaya situasi tidak berubah,” kata Jokowi.

Jokowi juga berpesan kepada sleuruh jajaran Polri untuk menjaga netralitasnya. Hal ini akan jadi salah satu kunci kelancaran dan keamanan pesta demokrasi, yang kemudian akan berdampak pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Menyikapi arahan Jokowi itu, Tito langsung mengultimatum jajaran Kasatwil untuk mengambil langkah antisipasi potensi kerawanan jelang Pilkada Serentak 2018. Pencopotan Kawatwil dari jabatannya akan jadi sanksi jika tidak melaksanakan arahan itu.

“(Kaasatwil) yang melaksanakan dengan baik akan dipertahankan, bila perlu promosi. Kalau yang tidak melaksanakan langkah-langkah yang saya sudah saya arahkan sampai dengan Desember, akan saya ganti, saya akan cari pimpinan yang lebih baik,” cetus Tito.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================