JAKARTA TODAY- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan, kajian perubahan penghitungan tarif Pajak Penghasilan (PPh) berupa tarif pajak final atau tidak, masih terus dibahas bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan, hasil kajian tersebut akan dituangkan dalam revisi Undang-undang (UU) PPh dan segera diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, Suahasil belum ingin membagi target waktu perampungan kajian tersebut.

“Secara prinsip, saat ini revisi UU PPh kami review ulang, apakah kami tetap memiliki pajak final atau tidak? Kalau dibolehkan, aturan lebih detil, aturan mana saja yang dibuat final,” ujar Suahasil di Kementerian Keuangan, Selasa (23/5).

Berdasarkan kajian sementara, pemerintah akan mengubah perhitungan tarif PPh untuk badan dan mempertimbangkan pajak final atau tidak untuk beberapa sektor industri dengan basis pembukuan.

“PPh secara reguler atau dikenakan tarif final itu melihat situasi dan kondisi. Pada prinsipnya semua reguler tpai ada kondisi tertentu dan sektor tertentu, seperti properti dan konstruksi itu final karena kecil-kecil, supaya mudah hitungnya final,” jelas Suahasil.

Adapun saat ini, berdasarkan ketentuan tarif PPh, ada tiga jenis pengenaan tarif, yakni sebesar 2,5 persen, satu persen, dan nol persen dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Selain itu, untuk badan usaha yang pengahasilan bruto di atas Rp4,8 miliar dan kurang dari Rp50 miliar terkena pungutan pajak dengan tarif 25 persen dan fasilitas diskon 50 persen. Lalu, badan usaha yang penghasilan bruto lebih dari Rp50 miliar dikenakan tarif pajak normal sebesar 25 persen.

Kemudian, salah satu pertimbangan perubahan perhitungan tarif PPh juga dikaji untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Di mana saat ini, sektor UMKM yang memiliki penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, dikenakan pajak final sebesar satu persen.

“Pada PP 46 tentang UMKM, daripada pembukuan reguler dibuat final. Prinsipnya, kami cari format pajak yang memungkinkan UMKM untuk menaati dan patuh pada format pajak,” imbuh Suahasil.

Sebelumnya, untuk tarif PPh UMKM, DJP sempat mempertimbangkan agar pengenaan pajak beralih dari final menjadi tidak final dengan pertimbangan memperoleh biaya terkait kegiatan usaha yang menjadi penghasilan dari usaha lain. (Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================